ASIATPDAY.ID, JAKARTA – Angka kematian tenaga medis di Indonesia akibat Covid-19 paling tinggi di Asia Tenggara. Hingga kini, 523 tenaga medis gugur selama wabah Covid-19.
Dari jumlah itu, 111 di antaranya gugur pada Desember 2020. Angka itu naik lebih dari dua kali lipat dari bulan sebelumnya. Pada Mei jumlah tenaga medis yang meninggal sebanyak 12 orang, Juni 35 orang, Juli 52 orang, Agustus 51 orang, September 62 orang, Oktober 49 orang, dan November 50 orang.
Menurut data BMJ Global Health 2020, persentase kematian tenaga medis di Indonesia dibandingkan total korban jiwa karena Covid-19 mencapai 2,3 persen. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan Eropa 1,4 persen dan Asia Tenggara 0,2 persen.
“Banyak diantara tenaga medis di Indonesia yang gugur ini adalah anak-anak muda, bahkan yang termuda berusia 23 tahun. Sebagian masih mendalami studi spesialis, lainnya profesor sepuh dengan yang tertua berumur 92 tahun, namun masih melayani dan berjuang selama pandemi,” tulis akun @laporcovid19 di Instagram, dikutip Jumat (1/1/2021).
Laporcovid19 juga mencatat semakin banyak tenaga medis di layanan primer yang berguguran terutama perawat dan bidan. Hal ini menandakan sebaran wabah semakin dalam di masyarakat.
Berdasarkan wilayah, Jawa Timur kehilangan tenaga medis paling banyak, yaitu 158 orang, disusul Jawa Tengah 66 orang, DKI Jakarta 66 orang, Jawa Barat 47 orang, Sumatera Utara 37 orang, dan provinsi lainnya di Indonesia.
“Kematian tenaga medis yang semakin tinggi belakangan ini telah membunyikan alarm gawatnya situasi pandemi di Indonesia. Data kami menunjukkan, tren kematian tenaga medis terjadi seiring dengan tingginya penularan dan kematian masyarakat karena Covid-19, yang terlihat semakin menanjak sejak awal Desember 2020,” tulis Laporcovid19.
“Selain itu, kematian tenaga medis juga dinilai sebagai tanda kegagalan kita melindungi garda terdepan melawan pandemi,” imbuhnya.
“Berbagai persoalan memang masih dihadapi mereka, mulai dari keterbatasan alat perlindungan diri (APD) terutama di alami tenaga medis di layanan primer dan praktik klinik pribadi, hingga soal kesulitan akses terhadap pemeriksaan swab PCR rutin,” tambahnya.
Bahkan, Laporcovid19 juga mendapatkan laporan tenaga medis yang diminta merahasiakan adanya penularan, agar layanan rumah sakit tidak terganggu.
Persoalan semakin kompleks karena masih adanya pasien yang tidak jujur dengan gejala Covid-19, stigmatisasi, dan pandangan negatif terhadap nakes. Di sejumlah daerah, tudingan tenaga medis yang mencari untung dengan “mengovidkan” pasien pun masih ditemui.
“Tanpa tenaga kesehatan yang mencukupi, pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi, aman dan nyaman tidak akan pernah ada. Maka, melindungi tenaga medis adalah juga melindungi kita, dan ini merupakan tanggungjawab kita bersama,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post