ASIATODAY.ID, MALANG – Kerusuhan di arena sepak bola di Indonesia memakan korban jiwa yang tidak sedikit.
Pasalnya, 127 orang dilaporkan tewas dalam tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, pascapertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya.
Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta dalam jumpa pers di Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu (2/10/2022), mengatakan dari 127 orang yang tewas tersebut, dua di antaranya merupakan anggota Polri.
“Dalam kejadian itu, telah meninggal 127 orang, 2 di antaranya adalah anggota Polri,” kata Nico.
Nico menjelaskan sebanyak 34 orang dilaporkan meninggal dunia di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, sementara sisanya meninggal saat mendapatkan pertolongan di sejumlah rumah sakit setempat.
Hingga saat ini terdapat kurang lebih 180 orang yang masih menjalani perawatan di sejumlah rumah sakit tersebut.
Selain korban tewas, tercatat ada 13 unit kendaraan yang mengalami kerusakan, 10 di antaranya merupakan kendaraan Polri.
“Masih ada 180 orang yang masih dalam perawatan. Dari 40 ribu penonton, tidak semua anarkis. Hanya sebagian, sekitar 3.000 penonton turun ke lapangan,” tambahnya.
Menurut Kapolda, awalnya pertandingan di Stadion Kanjuruhan tersebut berjalan dengan lancar. Namun, setelah permainan berakhir, sejumlah pendukung Arema FC merasa kecewa dan beberapa di antara mereka turun ke lapangan untuk mencari pemain dan ofisial.
Petugas pengamanan kemudian melakukan upaya pencegahan dengan melakukan pengalihan agar para suporter tersebut tidak turun ke lapangan dan mengejar pemain. Dalam prosesnya, akhirnya petugas melakukan tembakan gas air mata.
Hal tersebut dilakukan karena para pendukung tim berjuluk Singo Edan yang tidak puas dan turun ke lapangan itu telah melakukan tindakan anarkis dan membahayakan keselamatan para pemain dan ofisial.
“Karena gas air mata itu, mereka pergi keluar ke satu titik, di pintu keluar. Kemudian terjadi penumpukan dan dalam proses penumpukan itu terjadi sesak nafas, kekurangan oksigen,” katanya.
Kericuhan terjadi usai pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya dengan skor akhir 3-2 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu malam (1/10). Kekalahan itu merupakan yang pertama bagi Arema FC sejak 23 tahun terakhir.
Menpora Prihatin
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali mengungkapkan rasa prihatian atas tragedi yang terjadi Stadion Kanjuruhan.
Menurutnya tragedi ini sangat disayangkan terjadi saat sepak bola Indonesia sedang bangkit.
Kerusuhan yang pecah pasca-laga Arema FC melawan Persebaya itu menyebabkan ratusan orang meninggal dunia.
“Kami berduka cita atas meninggalnya suporter yang meninggal dunia dan tentunya prihatin dan sangat menyesalkan terjadinya kerusuhan ini,” ujar Menpora Zainudin Amali dalam wawancara dengan stasiun televisi, Minggu (2/10/2022) pagi WIB.
Menpora mengatakan akan melakukan evaluasi atas kejadian ini, termasuk juga soal waktu pertandingan malam hari.
“Evaluasi menyeluruh akan kami lakukan baik soal pengamanan dan jumlah kehadiran penonton. Semua ini harus kita lihat,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut Menpora juga berharap suporter sepakbola dimanapun berada bisa menjadikan tragedi ini sebagai pelajaran.
“Kepada suporter seluruhanya tidak hanya di Malang, saya mengimbau kalau sekarang sebenarnya kesempatan karena sepak bola kita sedang bangkit sejak dari kelompok umur. Tolong didukung dengan menjaga ketertiban dan menjaga keamanan,” ujarnya.
“Saya minta kepada pimpinan-pimpinan kelompok suporter untuk terus melakukan edukasi agar kita bisa menjadi penonton sepak bola yang baik,” tambahnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan Tragedi Kanjuruhan yang menyebabkan 127 orang tewas (sementara) bukan merupakan kerusuhan antara suporter Arema FC (Aremania) dengan pendukung Persebaya Surabaya (Bonek).
“Perlu saya tegaskan bahwa Tragedi Kanjuruhan itu bukan bentrok antarsuporter Persebaya dengan Arema,” kata Mahfud dalam keterangan tertulis, Minggu (2/10/2022).
Mahfud menerangkan, hal tersebut karena Bonek tengah dilarang menonton pertandingan tersebut.
Diungkapkan, suporter yang hadir di Stadion Kanjuruhan ketika itu merupakan pendukung Arema FC.
“Oleh sebab itu para korban pada umumnya meninggal karena desak-desakan, saling himpit, dan terinjak-injak, serta sesak nafas. Tak ada korban pemukulan atau penganiayaan antarsuporter,” ungkap Mahfud. (ATN)
Discussion about this post