ASIATODAY.ID, JAKARTA – Konflik yang melibatkan antara pengembang dan konsumen Meikarta kini jadi sorotan tajam dari kalangan parlemen.
Hal ini terjadi setelah Presiden Direktur PT Mahkota Sentosa Utama selaku pengembang dari Mega Proyek Meikarta mangkir dari Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VI DPR RI tanpa informasi dan keterangan.
“Kami sengaja mengundang PT Mahkota sentosa Utama dalam RDPU ingin mendengar secara langsung dari pihak pengembang atau PT Mahkota Sentosa utama yang menjadi bagian dari Lippo Group terkait permasalahan pembangunan Meikarta. Serta upaya penyelesaian yang dilakukan dalam upaya memenuhi hak-hak konsumen secara detail. Hal ini sebagai tindak lanjut atas rapat sebelumnya, aspirasi dalam audiensi dari Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (KPKM) pada 18 Januari 2023 lalu,” tegas Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Mohammad Hekal dalam RDPU Komisi VI DPR di ruang rapat Komisi VI DPR, Senayan Jakarta, Rabu (25/1/2023).
Saat itu, lanjut Hekal, KPKM mengadukan bahwa penyerahan unitnya terlambat atau tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan sebelumnya, serta masih banyak unit yang belum dibangun, dan tidak terlihat progres fisiknya.
Di sisi lain konsumen tersebut telah melakukan pembayaran uang muka, bahkan ada yang sudah lunas, dan ada yang masih menyicil meskipun dihadapkan pada masa sulit pandemi covid-19 saat itu.
Komisi VI DPR RI juga mendapat laporan bahwa Meikarta sudah melakukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di mana salah satu poin homologasi bahwa penyerahan unit kepada konsumen dilakukan bertahap mulai tahun 2027 atau 85 bulan sejak tahun 2020.
Keputusan tersebut jelas sangat merugikan konsumen, karena dilakukan terlampau lama, sementara konsumen telah melaksanakan kewajiban-kewajiban yang diperjanjikan sebelumnya, serta sebagian besar konsumen merasa tidak pernah dilibatkan dalam negosiasi proses PKPU tersebut.
Dijelaskan Hekal, dalam audensi tersebut, Komisi VI DPR juga mengundang Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) sebagai mitra kerja Komisi VI DPR RI yang menangani bidang perlindungan konsumen.
Sebagai salah satu daripada hasil rapat tersebut, Komisi VI DPR RI juga meminta BPKN terus mengawal penyelesaian permasalahan yang dihadapi oleh konsumen Meikarta serta sebagai wujud hadirnya negara dalam penyelesaian masalah Meikarta ini.
“Namun karena hari ini mereka tidak ada yang hadir, adanya gugatan dari Meikarta kepada orang-orang yang ingin mendapatkan hak-haknya dari Meikarta, termasuk dengan cicilan ke Bank Nobu juga. Ternyata konsumen Meikarta itu juga digugat oleh pihak Meikarta sebesar Rp56 miliar yang kami dengar pengadilannya atau persidangannya sudah dimulai pada tanggal 24 Januari kemarin. Oleh karena itu RDPU ini digelar, dan kami silakan teman-teman yang ingin menyampaikan pendapat, opini, statemen tentang kejadian ini saya persilakan waktu dan tempatnya,” papar Politisi Fraksi Partai Gerindra ini.
Rapat Gabungan
Sementara itu, anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade mengusulkan digelarnya rapat gabungan tiga Komisi di DPR RI, yakni Komisi VI, Komisi XI dan Komisi III DPR RI untuk menyelesaikan perselihan antara Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (KPKM) dengan PT Mahkota Sentosa utama selaku pengembang Mega Proyek Meikarta.
Jangan sampai, kata Andre, ketidakhadiran PT Mahkota Sentosa utama dalam RDPU dengan Komisi VI DPR hari ini, Rabu (25/1/2023), tanpa ada kabar menunjukkan bahwa perusahaan merasa bisa membeli dan menundukkan semua orang yang ada di Republik ini.
“Kenapa saya bilang itu. Pertama diduga PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) yang dilakukan pengembang Meikarta itu (seperti pengakuan yang didapat dari konsumen tanggal 18 januari lalu) tidak melibatkan mereka (konsumen). Tapi PKPU ini bisa jalan. Berarti muncul dugaan, Meikarta melakukan permainan dengan Mafia dan dia bisa taklukan itu. Bayangkan konsumen tidak dilibatkan tapi PKPU-nya jalan,”jelas Andre dalam RDPU tersebut.
Kedua, lanjut Andre, masyarakat (konsumen) menuntut hak mereka, dimana mereka ingin uang mereka dikembalikan atau ada kepastian unit. Tapi mereka malah digugat dan dituntut balik oleh Meikarta senilai Rp56 miliar.
Andre menilai hal itu menunjukkan bahwa Meikarta merasa kuat, Meikarta bisa melakukan segalanya, dan perusahaan itu merasa dilindungi.
“Yang namanya Bank Nobu yang menggugat Rp56 miliar. Nobu itu kan tempatnya konsumen membayar cicilan dari unit di Meikarta,” tambahnya.
Oleh karenanya, Politisi Fraksi Partai Gerindra ini mengusulkan langkah konkrit berupa rapat gabungan melibatkan Komisi VI, Komisi XI dan Komisi III DPR RI.
Ia merinci, Komisi VI DPR bisa mendatangkan Kepala BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) dan Menteri investasi. Karena seluruh perizinan yang ada di Republik Indonesia ini bermuara adanya di Kementerian investasi atau kepala BKPM.
“Nanti akan diketahui apa betul ijin-ijinnya masih ada, apa betul perizinan Meikarta ini lengkap atau tidak, dan lain sebagainya,” jelasnya.
Sedangkan Komisi XI karena melibatkan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), karena ada peran Nobu bank milik Lippo dalam kasus ini.
Sementara rapat dengan Komisi III karena sebagai mitra kerja Mahkamah Agung, yang nantinya untuk mengecek kenapa PKPU-nya atau aparat hukum lainnya bisa mengeluarkan PKPU tanpa terlebih dahulu melibatkan konsumen sebagai pihak yang dirugikan.
“Bahkan kita bisa undang langsung pemilik perusahaan itu, yakni keluarga James Riyadi. Kerena Meikarta bagian dari perusahaan besar mereka,” tegasnya.
Tambahnya lagi, jika memang mereka tidak hadir juga, maka demi membela kepentingan rakyat (dimana tidak ada satu kelompok yang bisa mengatur negara ini), maka Andre mengusulkan dibentuk Panitia Khusus (Pansus) Meikarta. Pasalnya, hal tersebut sebagai sebuah bentuk tindakan zalim yang luar biasa. Dimana konsumen yang membeli, menyicil dan kemudian menuntut hak mereka, tapi malah mereka dituntut balik. (ATN)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post