ASIATODAY.ID, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia mulai mengusut dugaan korupsi pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur di lingkup Kementerian Pertahanan (Kemhan).
Dalam pengusutan ini, Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) menggeledah dan menyita dua kantor PT Dini Nusa Kusuma (DNK) yang berlokasi di Jalan Prapanca Raya, Jakarta Selatan; dan Panin Tower Senayan City Lantai 18A, Jakarta Pusat.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan penyidik juga menggeledah dan menyita apartemen milik Direktur Utama PT DNK, SW, tanpa menjelaskan lokasi apartemen milik SW tersebut.
SW juga turut diperiksa sebagai saksi bersama Presiden Direktur PT DNK, AW, pada Selasa, 18 Januari 2022. Dari hasil penggeledahan ini, penyidik juga menyita tiga kontainer plastik berisi dokumen serta barang bukti elektronik (BBE) dengan total kurang lebih 30 buah.
“Terhadap barang yang disita tersebut akan dijadikan barang bukti dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur pada Kemhan,” terang Leonard, Selasa (18/1/2022).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan Kementerian Komunikasi dan Informatika mengeluarkan keputusan tentang hak penggunaan filling satelit Indonesia pada orbit 123 derajat untuk filling Satelit Garuda-2 dan Nusantara A1-A kepada PT DNK. Surat keputusan itu diteken pada 10 Desember 2018.
Namun, kata Mahfud, PT DNK tidak mampu menyelesaikan permasalahan residu Kemhan dalam pengadaan satelit komunikasi Pertahanan (Satkomhan).
Awal Sengketa Proyek Satelit Kemhan vs Navayo
Sebelum kasus ini bergulir di Kejaksaan Agung, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelumnya telah mengungkap kejanggalan proyek ini, khususnya terkait salah satu kontrak pengadaan satelit dalam laporan audit keuangan Kemhan.
BPK, sebagaimana dalam Laporan Keuangan Kemhan Tahun 2020, memaparkan bahwa sengketa tersebut bermula pada tanggal 1 Desember 2015. Saat itu, Kemhan dengan Airbus Defence and Space SAS (Prancis) menandatangani kontrak utama (Frame Work Contract) dalam pembangunan satelit program satkomnas nomor TRAK/773/XII/22/2015 tentang Pengadaan Satelit MMS, Ground Segment beserta dukungannya senilai USD669,4 juta.
Berdasarkan kontrak utama tersebut, pada tanggal 12 Oktober 2016 dilaksanakan penandatanganan kontrak rinci (detailed contract) di antaranya dengan Navayo International AG. Namun dalam perkembangannya, pemerintah tidak melanjutkan program satkomnas karena tidak didukung dengan anggaran sehingga Kemhan tidak memenuhi kewajiban kepada Navayo International AG sesuai kontrak.
“Atas kondisi tersebut, Navayo International AG mengajukan gugatan di International Court of Arbitration (ICC) di Singapura pada tanggal 22 November 2018 sebesar USD23,4 juta,” demikian ditulis dalam audit BPK yang dikutip, Selasa (18/1/2022).
Atas gugatan Navayo International AG tersebut, ICC Singapura telah menerbitkan putusan pada tanggal 22 April 2021, diantaranya ICC Singapura memerintahkan Kemhan untuk membayar tagihan sebesar USD16 juta.
Langkah Kejaksaan Agung mengusut kasus ini karena diduga kuat telah terjadi korupsi karena adanya potensi kerugian negara senilai senilai Rp515,2 miliar.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung Febrie Ardiansyah Jumat (14/1/2022), mengatakan dugaan korupsi bermula pada saat Kemenhan melaksanakan proyek pengadaan satelit slot orbit 123 bujur timur untuk periode tahun 2015-2021. Kontrak dilakukan dengan pihak Airbus dan perusahaan Navajo.
Yang menjadi masalah adalah jaksa menemukan ada beberapa perbuatan melawan hukum. Salah satunya adalah proyek tersebut tidak direncanakan dengan baik. Bahkan, tambah Febrie, saat kontrak dilakukan anggarannya belum tersedia di Kemenhan untuk tahun 2015.
Selain itu, saat menyewa satelit Avanti Communications ltd, seharusnya negara tidak perlu melakukan sewa. Alasannya adalah masih ada waktu 3 tahun untuk dapat digunakan saat satelit yang lama tidak berfungsi. Sehingga berdasarkan ketentuan masih ada tenggang waktu. Namun hal itu tetap saja dilakukan penyewaan sehinggga Kejagung melihat ada perbuatan melawan hukum.
Satelit yang disewa pun tidak dapat berfungsi dan spesifikasinya tak sama dengan yang lama.
“Kita sudah melakukan expose. Peserta expose menyatakan bahwa alat bukti sudah cukup kuat untuk dilakukan penyidikan sehingga surat perintah penyidikan diterbitkan pada tanggal 14 Januari nomor print 08,” tandas Febrie. (ATN)
Discussion about this post