ASIATODAY.ID, NEW YORK – Boeing menutup pembukuan terburuk pada tahun 2020 dengan kerugian operasional hingga USD12,8 miliar atau setara Rp179 triliun.
Rekor kerugian dan merosotnya penjualan pesawat ini dipengaruhi oleh krisis ganda yakni pandemi global Covid-19 dan masalah pada 737 MAX.
Kerugian perusahaan dari operasi naik menjadi USD12,8 miliar, naik dari hampir USD2 miliar (Rp 28 triliun) tahun lalu, yang merupakan rekor kerugian Boeing sebelumnya. Rugi bersih perusahaan melonjak menjadi USD11,9 miliar (Rp167 triliun), juga meningkat dari rekor tahun sebelumnya yakni sebesar USD636 juta (Rp 8,93 triliun).
Kerugian bersih jauh lebih besar sebagian karena keputusan yang diumumkan Rabu (27/1) untuk mendorong pengiriman pertama jet terbarunya, 777X yang mundur ke tahun 2023 dari target sebelumnya yaitu peluncuran tahun 2022.
Pesawat jarak jauh berbadan lebar itu dirancang untuk digunakan sebagian besar dalam perjalanan internasional, dan itu merupakan bagian dari perjalanan udara yang diperkirakan akan memakan waktu paling lama untuk pulih dari pandemi.
Boeing menanggung biaya USD6,5 miliar (Rp91,3 triliun) sebagai akibat dari penundaan itu.
Saham Boeing (BA) juga turun 3 persen dalam perdagangan tengah hari karena kerugian yang jauh lebih besar dari perkiraan.
Perusahaan itu terpukul oleh hampir penghentian perjalanan udara yang disebabkan oleh pandemi, yang menyebabkan maskapai penerbangan di seluruh dunia membatalkan atau menunda pesanan dan jadwal pengiriman pesawat baru. Pendapatan turun 24 persen menjadi USD58,2 miliar (Rp741 triliun) untuk tahun 2021.
“2020 adalah tahun yang menantang secara historis bagi dunia kita, untuk industri, untuk bisnis dan komunitas kita,” kata CEO Dave Calhoun, dikutip dari Reuters, Kamis (28/1/2021).
Calhoun memperingatkan bahwa pemulihan di sektor penerbangan tidak segera terjadi, jadi enam hingga sembilan bulan ke depan akan tetap sangat menantang bagi pelanggan maskapai Boeing dan seluruh industri penerbangan. (ATN)
Discussion about this post