ASIATODAY.ID, JAKARTA – Krisis Iklim global kini menjadi ancaman mengerikan bagi masyarakat dunia di tahun 2022 ini.
Pasalnya, kerusakan yang ditimbulkan akibat krisis iklim berpotensi memicu perpecahan sosial dan risiko kejahatan yang berhubungan dengan internet (siber).
Temuan ini disampaikan dalam laporan Global Risks Report 2022 yang diterbitkan Global Risks Initiative di Jenewa, Swiss.
Forum Ekonomi Dunia (WEF) mencatat risiko kerusakan iklim menjadi ancaman utama global di saat dunia memasuki tahun ketiga pandemi Covid-19.
Menurut Laporan Risiko Global 2022 WEF, risiko jangka panjang yang utama saat ini adalah terkait dengan iklim. Sementara itu, kekhawatiran global jangka pendek paling utama mencakup kesenjangan sosial, krisis mata pencaharian, dan penurunan kesehatan mental.
Peter Giger, Group Chief Risk Officer di Zurich Insurance Group mengatakan krisis iklim tetap menjadi ancaman jangka panjang terbesar yang dihadapi umat manusia.
Ia juga mengatakan bahwa kegagalan untuk bertindak atas perubahan iklim dapat mengurangi produk domestik bruto (PDB) global sebesar seperenam,
“Komitmen yang diambil pada COP-26 masih belum cukup untuk mencapai tujuan 1,5 derajat Celcius. Belum terlambat bagi pemerintah dan bisnis untuk bertindak atas risiko yang mereka hadapi dan untuk mendorong transisi yang inovatif, penuh tekad, dan inklusif yang melindungi ekonomi dan masyarakat,” kata Peter Giger dalam keterangannya, Jumat (14/1/2022).
Laporan ini juga meyakini pemulihan ekonomi global tidak akan stabil dan timpang dalam tiga tahun ke depan.
“Disrupsi di bidang kesehatan dan ekonomi memperburuk keretakan sosial. Kondisi ini menciptakan ketegangan. Kolaborasi antara masyarakat dan komunitas internasional menjadi fundamental untuk memastikan pemulihan global yang lebih merata dan cepat,” ujar Saadia Zahidi, Managing Director WEF.
Menurutnya, para pemimpin dan pemangku kepentingan dunia harus bersatu dan berkoordinasi untuk mengatasi tantangan global yang terus berlangsung serta membangun ketahanan untuk mengatasi krisis berikutnya.
Sementara, Carolina Klint, Pemimpin Manajemen Risiko di Marsh mengatakan seiring perusahaan pulih dari pandemi, mereka dengan tepat mempertajam fokus mereka pada ketahanan organisasi dan kredensial lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan (ESG).
“Dengan ancaman dunia maya yang sekarang tumbuh lebih cepat daripada kemampuan kita untuk membasminya secara permanen, jelas bahwa ketahanan maupun tata kelola tidak mungkin terjadi tanpa rencana manajemen risiko dunia maya yang kredibel dan canggih,” jelasnya.
“Demikian pula, organisasi perlu mulai memahami risiko ruang angkasa mereka, terutama risiko terhadap satelit di mana kita menjadi semakin bergantung, mengingat meningkatnya ambisi dan ketegangan geopolitik,” tambah Klint. (ATN)
Discussion about this post