ASIATODAY.ID, YANGON – Krisis politik di Myanmar kian memburuk.
Gerakan protes besar-besaran yang digaungkan oleh rakyat sipil terus menggema di negeri itu. Pengunjuk rasa anti-kudeta Myanmar kembali turun ke jalanan dengan kekuatan massa besar pada Rabu (17/2/2021).
Ini menjadi demonstrasi terbesar yang direncanakan sejak pasukan menyebar ke seluruh negeri untuk memadamkan oposisi terhadap junta militer baru.
Sebagian besar orang di negara tersebut telah melakukan pemberontakan terbuka. Yakni sejak militer menggulingkan pemerintahan sipil peraih Nobel Aung San Suu Kyi di awal bulan dan menuduhnya di bawah undang-undang impor yang tidak jelas.
Puluhan ribu orang berunjuk rasa di Yangon, di antaranya memblokir jalan dengan kendaraan untuk menghentikan pasukan keamanan yang bergerak di sekitar kota terbesar Myanmar.
Polisi dan tentara terlihat di dekat persimpangan pusat demonstrasi. Tetapi pihaknya tampak menahan diri, melihat ketika demonstran mengalir lewat.
“Kami harus berjuang sampai akhir. Kami perlu menunjukkan persatuan dan kekuatan kami untuk mengakhiri pemerintahan militer. Orang-orang harus turun ke jalan,” kata pelajar Nilar (21), Rabu (17/2). Kepada AFP ia meminta untuk tidak menggunakan nama aslinya.
Rakyat sipil menentang upaya kekerasan oleh rezim untuk memaksa orang mematuhinya. Termasuk menentang penggunaan gas air mata dan peluru karet, menyusul protes jalanan nasional dan kampanye penolakan yang mendorong pegawai negeri mogok kerja.
Demonstrasi selama dua hari terakhir terasa lebih kecil sejak pasukan dikerahkan di sekitar Yangon pada akhir pekan lalu.
Tetapi platform media sosial telah dibanjiri seruan untuk unjuk kekuatan oleh demonstran, beberapa jam sebelum junta memberlakukan pemadaman internet ketiga secara berturut-turut dalam semalam.
Pada siang hari, ada demonstrasi antikudeta di seluruh Myanmar. Mulai dari daerah dataran tinggi terpencil di negara bagian Chin ke kota kecil di delta Irrawaddy, di mana pengunjuk rasa mengarak poster Suu Kyi.
Tepat di luar ibu kota administratif Naypyidaw, puluhan ribu orang dari berbagai sektor termasuk insinyur, dokter, dan guru berbaris melalui kota penebangan kayu Pyinmana sambil membawa tanda mengatakan “Tolong Myanmar”.
Pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Tom Andrews memperingatkan, tentara yang pergi ke Yangon, seperti yang telah dilaporkan, dapat membuat situasi di sana tidak terkendali.
“Kami bisa saja berada di tepi jurang militer melakukan kejahatan yang lebih besar lagi terhadap rakyat Myanmar,” ujarnya..
Pekan lalu, seorang perempuan muda ditembak di kepala dan masih dalam kondisi kritis di Naypyidaw. Puluhan simpatisan berkumpul pada Rabu di lokasi penembakan untuk mengadakan sesi doa, membawa poster dirinya.
Militer mengatakan seorang petugas polisi tewas di Mandalay setelah konfrontasi dengan pengunjuk rasa pada Minggu (14/2). “Mereka yang melakukan tindakan melanggar hukum terhadap petugas polisi akan ditangani sebagai mana perlu,” tambahnya dalam sebuah pernyataan.
Tuntuan Baru untuk Suu Kyi
Militer membenarkan perebutan kekuasaannya, dengan menuduh kecurangan yang meluas pada pemilihan November 2020 yang dimenangkan oleh partai Suu Kyi secara telak.
Setelah penahanannya dalam serangan fajar pada 1 Februari, Suu Kyi didakwa memiliki alat komunikasi walkie-talkie yang tidak terdaftar ditemukan di rumahnya.
Pengacaranya, Khin Maung Zaw, mengatakan kepada AFP pada Selasa (16/2) ia juga didakwa melanggar hukum penanggulangan bencana. Rincian lebih lanjut dari tuduhan itu belum dipublikasikan hingga saat ini.
Undang-Undang Penanggulangan Bencana telah digunakan untuk melawan presiden yang digulingkan Win Myint untuk acara kampanye pemilihan, yang diklaim junta melanggar pembatasan virus corona.
Pengacaranya menambahkan, Suu Kyi dan Win Myint, yang keduanya belum pernah dihubungi, diharapkan muncul melalui tautan video selama uji coba 1 Maret.
Tidak Diharapkan China
Lebih dari 450 orang telah ditangkap sejak kudeta tersebut, menurut kelompok pemantau Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.
Kekuatan Barat dan PBB telah berulang kali mengecam para pemimpin militer pemerintahan baru Myanmar, yang bersikeras mengambil kekuasaan secara sah.
Pemerintah China awalnya tidak mengkritik kudeta tersebut. Media pemerintah China menggambarkan kudeta Myanmar sebagai perombakan kabinet.
Namun, duta besar China untuk Myanmar mengatakan pada Selasa bahwa situasi saat ini di negara itu sama sekali bukan yang ingin dilihat pemerintah China. (ATN)
Discussion about this post