ASIATODAY.ID, JAKARTA – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menilai, pelarangan ekspor batubara oleh pemerintah pada 1-31 Januari 2022 berdampak besar terhadap perusahaan perkapalan.
Menurutnya, perusahaan-perusahaan pengekspor akan terbebani biaya tambahan penambahan waktu pemakaian (demurrage) yang cukup besar antara USD20 ribu-USD40 ribu per hari per kapal.
Dilain pihak kata dia, reputasi dan kehandalan Indonesia sebagai pemasok batubara dunia akan tercoreng, sehingga berbagai komitmen pembelian batubara dari Indonesia akan dipertanyakan.
“Para eksportir batubara pasti akan kena penalty akibat kebijakan penghentian pengiriman. Alih alih menikmati berkah kenaikan batubara, mereka malah kena getah penalty dari buyer di luar negeri,” kata politisi PDI-Perjuangan itu melalui keterangan tertulisnya, Selasa (4/1/2022).
Dikatakan, dampak lainnya akan mempengaruhi penurunan berkah devisa negara. Terlebih, hal tersebut belum menghitung pendapatan pajak dan bukan pajak yang didapatkan oleh pemerintah. Diketahui. peluang devisa yang dapat Indonesia peroleh dari ekspor batubara mencapai USD3 miliar AS per bulan.
“Padahal dari sisi fiskal pendapatan negara, ekspor batubara itu sangat kita butuhkan pada tahun 2022 untuk membenahi fiskal kita akibat terkoreksi oleh beban pembiayaan utang yang besar akibat pandemi Covid-19,” ujar Said.
Pada semester kedua 2021 hingga awal tahun 2022, batubara menunjukkan tren kenaikan harga. Harga Batubara Acuan (HBA) bulan September 2021 hingga ke angka USD150,03 per ton. Angka ini naik USD19,04 per ton dibanding HBA bulan Agustus 2021 yang mencapai angka USD130,99 per ton.
Pada November 2021 HBA kembali meroket menembus USD215,1 per ton. HBA Desember 2021 anjlok ke posisi USD159,79 per ton atau turun 25,7 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Meskipun pada Desember 2021 HBA turun, akan tetapi masih menunjukkan harga yang tinggi. Turunnya HBA pada Desember 2021 karena China meningkatkan produksi batubaranya, setelah bulan-bulan sebelumnya kekurangan produksi akibat kecelakaan.
Batubara merupakan salah satu sumber energi fosil yang menyumbang emisi dan deforestasi, tetapi lambatnya peralihan teknologi hijau menyebabkan batubara masih menjadi komoditas utama dunia. Selain itu, tekanan ekonomi sebagian besar negara negara di dunia akibat pandemi Covid-19 memaksa banyak negara masih mempertahankan energi berbasis batubara.
Menurut laporan Climate Transparancy Report 2020, tercatat sejumlah negara maju seperti Amerika Serikat (AS), China, Rusia, Jerman, Jepang, Korea Selatan, Polandia, Perancis, Kanada, Italia, dan Inggris masih kecanduan batubara. Mereka belum cepat bisa meninggalkan batubara.
Sedangkan dalam catatan British Petroleum Global Company, diketahui bahwa China, India, dan Indonesia adalah negara tiga besar penghasil batubara dunia, Amerika Serikat di urutan keempat, disusul Australia dan Rusia.
Kebutuhan Energi Dalam Negeri Diprioritaskan
Sementara itu, Menteri BUMN, Erick Thohir mengungkapkan, larangan ekspor batubara merupakan langkah cepat pemerintah untuk mengatasi permasalahan suplai batubara dan LNG sebagai sumber energi dalam mendukung pasokan listrik nasional jangka panjang.
Selain itu sistem logistik dan infrastruktur juga akan makin dimodernisasi sehingga kapasitas Indonesia sebagai negara penghasil sumber daya alam tidak akan mengalami ketidakpastian kebutuhan energi demi menunjang kelancaran pembangunan.
Hal itu terungkap saat rapat bersama Menteri BUMN, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Perdagangan, Menteri Perhubungan, Kejaksaan Agung, dan BPKP, Senin (2/1/2022) malam.
Pertemuan antara Kementerian dan Lembaga Pemerintah tersebut dilakukan usai Presiden RI, Joko Widodo memberikan pengarahan terkait prioritas untuk mendahulukan pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri sebelum melakukan ekspor.
“Para menteri yang terkait suplai batubara dan LNG dan mendukung pasokan listrik nasional langsung membagi tugas. Kami di Kementerian BUMN akan memperbaiki kontrak jangka panjang kebutuhan suplai sesuai dengan rapat bersama Kejaksaan Agung dan BPKP. Intinya, kebutuhan energi dalam negeri akan jauh lebih diprioritaskan demi kelancaran pembangunan,” jelas Erick, Selasa (4/12/2021).
“Selain itu, kami juga akan memperbaiki sistem logistik dan infrastuktur untuk memastikan kebutuhan batu bara dalam negeri terpenuhi. Dan sesuai arahan Presiden yang telah menekankan komitmen bersama jajaran Kabinet Indonesia Maju untuk menggantikan batu bara dengan energi baru terbarukan, maka kami juga telah menyiapkan road map pengembangan ekonomi hijau dan transisi energi serta renewable energy sehingga kita segera memiliki energi baru terbarukan,” tambah Erick Thohir.
Menurut Kementerian ESDM, target produksi batubara di 2022 akan lebih tinggi dibandingkan tahun ini. Proyeksi target produksi 2022 berada di kisaran 637 juta hingga 664 juta ton, sedangkan target produksi batu bara 2021 mencapai 625 juta ton. Sementara itu, kebutuhan batubara dalam negeri diprediksi juga meningkat di tahun 2022 dengan 190 juta ton. Angka tersebut meningkat dibandingkan kuota DMO tahun ini yang mencapai 137,5 juta ton.
Data dari Kementerian ESDM juga mengungkapkan bahwa fenomena alam, seperti Badai La Nina yang menerjang Pulau Kalimantan pada November lalu sehingga meningkatkan curah hujan tinggi menyebabkan realisasi produksi batubara hingga awal Desember mencapai 560 juta ton atau sekitar 89,6% dari target. Sementara itu, penyerapan batubara dalam negeri hingga awal Desember pun baru menyentuh 121,3 juta ton, atau sekitar 88,2% dari target DMO.
“Dalam rapat bersama juga disepakati bahwa Menteri ESDM akan mengeluarkan perubahan DMO yang bisa direview perbulan dan yang tidak menepati sesuai kontrak akan di penalti tinggi bahkan di cabut izinnya. Lalu kami tetap mendukung pengembangan ekspor bersama Menteri Perdagangan sebagai pemasukan devisa negara dengan mengkalkulasi berapa kebutuhan dalam negeri. Sedangkan dengan Menteri Perhubungan akan dilakukan sinergi dengan para pihak untuk menangani logistic,” pungkasnya. (ATN)
Discussion about this post