ASIATODAY.ID, JAKARTA – Direktur Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani mentegaskan, larangan ekspor batubara tidak akan berdampak terhadap devisa Indonesia.
Pasalnya, batubara bukanlah komoditas yang dikenakan bea keluar saat diekspor.
“Larangan ekspor batubara tidak mempengaruhi devisa karena penerimaan negara dominan didapatkan dari PNBP (penerimaan negara bukan pajak), selain tentu dari bisnisnya, dari sisi perpajakannya,” jelas Askolani dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Senin (3/1/2021).
Kementerian ESDM telah resmi melarang sementara ekspor batubara untuk periode 1-31 Januari 2022. Hal itu dimaksudkan guna menjamin ketersediaan pasokan batu bara untuk pembangkit listrik di dalam negeri.
Larangan ekspor itu ditujukan kepada pemegang izin usaha pertambangan (IUP) atau IUPK tahap kegiatan operasi produksi, IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak atau perjanjian dan PKP2B.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menuturkan pemerintah melarang ekspor batubara sementara sebagai solusi jangka pendek ketersediaan pasokan batubara bagi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
“Kita harus carikan solusi jangka pendek memastikan keandalan sistem dan ketersediaan listrik. Namun juga harus dicari solusi jangka menengah dan panjang, di mana batubara sebagai komoditas yang diekspor tetap bisa memenuhi kebutuhan domestik dan juga untuk memenuhi permintaan ekspor yang menghasilkan devisa,” terangnya.
Kebijakan ini akan dilakukan secara hati-hati demi memastikan kebutuhan listrik untuk aktivitas dalam negeri yang mulai berjalan kembali setelah sempat terdampak covid-19.
Sebelumnya, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Indonesia menyebutkan larangan ekspor batubara berpotensi mengakibatkan Indonesia kehilangan devisa hasil ekspor batubara hingga USD 3 miliar per bulan.
“Pemerintah akan kehilangan devisa hasil ekspor batubara sekitar USD3 miliar per bulan,” kata Ketua APBI Pandu Sjahrir, dikutip dari keterangan resminya, Senin (3/1/2022).
Tak hanya itu, Indonesia juga akan kehilangan pendapatan pajak dan non pajak (royalti), yang mana hal ini juga berdampak kepada kehilangan penerimaan pemerintah daerah.
Sementara, dampak pemberlakuan larangan ekspor bagi pengusaha secara umum akibat ketidakpatuhan dari beberapa perusahaan akan merugikan bagi perusahaan yang patuh, dan bahkan seringkali diminta untuk menambal kekurangan pasokan.
Tentunya, larangan ekspor batubara ini akan menciptakan ketidakpastian usaha sehingga berpotensi menurunkan minat investasi di sektor pertambangan mineral dan batubara.
Oleh karena itu, para pelaku usaha pengekspor batubara menyatakan keberatan dan meminta Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) mencabut kebijakan pelarangan ekspor batubara.
Menurut Pandu, inti dari surat tersebut adalah Pemerintah mengambil kebijakan melarang penjualan batubara ke luar negeri sejak tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Januari 2022 secara umum dan menyeluruh, yang diakibatkan karena adanya laporan dari PLN perihal kondisi persediaan batubara di PLTU grup PLN yang sangat rendah berdasarkan surat dari PLN tertanggal 31 Desember 2021.
“Terkait dengan kebijakan yang diambil secara tergesa-gesa dan tanpa dibahas dengan pelaku usaha kami menyatakan keberatan dan meminta ke Menteri ESDM untuk segera mencabut Surat tersebut,” pungkas Pandu. (ATN)
Discussion about this post