ASIATODAY.ID, WASHINGTON – Insiden ledakan yang terjadi di Beirut, Lebanon pada Selasa (4/8/2020) sempat memunculkan berbagai spekulasi terkait adanya unsur sabotase ataukah murni tragedi kecelakaan.
Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Mark Esper mengatakan di Forum Keamanan Aspen Rabu 5 Agustus 2020 bahwa ledakan yang mengguncang Beirut, Lebanon, adalah kecelakaan. Hal ini bertolak belakang dengan ucapan Presiden Donald Trump.
Presiden Trump mengklaim pada konferensi pers Selasa bahwa dia telah berbicara dengan para jenderal yang “tampaknya merasa bahwa ini bukanlah semacam peristiwa ledakan kecelakaan”. Trump yakin dan bahwa itu adalah ‘sejenis bom’.
Tak eyal, pernyataan Trump tersebut memicu kebingungan dan mendorong pejabat pertahanan anonim untuk memberi tahu CNN dan AP bahwa belum ada indikasi bahwa ledakan itu adalah serangan.
“Kami masih mendapatkan informasi tentang apa yang terjadi,” kata Esper, seperti dikutip AFP, Kamis (6/8/2020).
“Kebanyakan percaya itu kecelakaan, seperti yang dilaporkan. Di luar itu, saya tidak punya apa-apa lagi untuk dilaporkan. Ini jelas sebuah tragedi,” tegas Esper.
“Kami berduka warga Lebanon yang mungkin terbunuh dan ribuan lainnya terluka. Lebanon saat ini sedang berjuang dalam berbagai cara. Ketika Anda melihat videonya, itu sangat menghancurkan,” imbuhnya.
Menurut Esper, Amerika ingin membantu. Dirinya sempat berbicara dengan Menlu Pompeo dan memposisikan AS untuk memberikan bantuan apa pun termasuk bantuan kemanusiaan, pasokan medis bagi rakyat Lebanon.
Pemerintah Lebanon mengatakan ledakan kemungkinan besar berasal dari timbunan amonium nitrat seberat 2.750 ton. Ini adalah bahan kimia yang sangat mudah meledak yang digunakan untuk membuat pupuk. Hingga saat ini 135 orang dilaporkan tewas dan ribuan lainnya luka-luka, membuat rumah sakit kewalahan dan sebagian besar kota hancur.
135 Orang Tewas
Hingga kini, jumlah korban tewas akibat ledakan tersebut sudah mencapai 135 orang.
Insiden ini melukai ribuan orang dan membuat Lebanon semakin jatuh ke dalam krisis. Para pejabat mengatakan jumlah korban diperkirakan akan meningkat.
Ledakan itu, yang tampaknya disebabkan oleh kebakaran yang menyulut 2.750 ton amonium nitrat yang dibiarkan tidak aman di sebuah gudang. Dahsyatnya daya ledak bahkan terasa sejauh Siprus, sekitar 240 kilometer barat laut Lebabon.
Skala kehancurannya sedemikian rupa sehingga Ibu Kota Lebanon itu menyerupai tempat terjadinya gempa bumi. Sekitar 300 ribu orang dilaporkan kehilangan tempat tinggal dan ribuan lainnya masuk ke rumah sakit yang kewalahan untuk merawat korban.
“Bencana itu menunjukkan kehancuran yang telah membuat 300.000 orang kehilangan tempat tinggal. Sementara kerugian diperkirakan lebih dari USD3 miliar,” kata Gubernur Beirut Marwan Abboud.
Sementara warga yang selama memperlihatkan skala kehancuran yang tak dapat dibayangkan.
“Pembantaian. Saya melihat orang-orang berteriak, berlumuran darah, rumah-rumah hancur, kaca pecah, jalan-jalan yang terlihat seperti Hiroshima atau seperti tsunami,” kata Elie Zakaria, seorang warga di lingkungan dekat pelabuhan.
Di daerah-daerah itu, kehancuran yang disebabkan oleh perang saudara antara tahun 1975 dan 1990 dicapai dalam sedetik dengan ledakan yang meratakan bangunan-bangunan dalam radius beberapa ratus meter.
Seorang warga di Mar Mikhail, salah satu lingkungan yang paling terkena dampak, mengatakan dia melihat mayat berserakan di tengah jalan, tampaknya terlempar dari balkon dan atap rumah akibat ledakan itu.
Banyak orang menonton dan merekam dengan telepon mereka setelah ledakan sebelumnya dan yang lebih kecil terdengar di pelabuhan dan memicu kebakaran.
Kiamat
Rekaman yang dihasilkan, yang secara luas dibagikan di media sosial, menunjukkan bola api dan asap naik di atas Beirut dan gelombang kejut putih menelan segala yang ada di sekitarnya.
Ledakan berbentuk jamur -,yang menurut ahli seismologi tercatat setara dengan gempa berkekuatan 3,3,- dan cakupan kerusakan menarik analogi nuklir dalam catatan banyak orang tentang tragedi itu.
‘The Apocalypse’ menjadi tajuk utama L’Orient-Le Jour, harian berbahasa Perancis utama di Lebanon. Surat kabar itu menyebutkan Lebanon telah dilanda ledakan di masa lalu, tetapi tidak ada yang sebesar ini.
Johnny Assaf, seorang agen perumahan yang rumahnya dan kantornya dihancurkan oleh ledakan itu, mengatakan dia kehilangan segalanya kecuali nyawanya.
“Saya melihat jamur terlebih dahulu, kemudian kekuatan ledakan menyapu kantor saya. Itu membuat saya benar-benar terbang di tengah kantor sampai kepala saya mengenai printer,” ujarnya kepada AFP.
“Di rumah sakit mereka menjahit saya tanpa anestesi dan kemudian berhenti sebelum mereka selesai karena terlalu banyak cedera serius yang sedang terjadi. Saya melihat orang-orang mati di depan saya,” tuturnya.
Perdana Menteri Lebanon Hassan Diab meminta semua negara dan sahabat Lebanon untuk menyalurkan bantuan ke negaranya. Menurut PM Diab, negaranya telah mengalami bencana yang nyata.
Ia menekankan kembali tekadnya untuk mencari pihak yang bertanggung jawab atas ledakan di Pelabuhan Beirut. Namun Diab tidak menyebutkan mengenai penyebab pasti ledakan. (ATN)
Discussion about this post