ASIATODAY.ID, JAKARTA – Keinginan pemerintah China untuk menjadikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia sebagai jaminan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) menuai sorotan dari kalangan parlemen, salah satunya dari anggota Komisi V DPR, Irwan Fecho.
Menurutnya, dengan membengkaknya utang Kereta Cepat, hal itu menunjukkan kondisi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) saat ini.
“Ini menjadi bukti jika program infrastruktur dan transportasi pemerintah berjalan grasa-grusu,” kata politikus Partai Demokrat itu dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (15/4/2023).
Dia mengatakan, pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang biayanya membengkak menjadi kegagalan rezim, yang bisa membuat kerugian bagi rakyat dan negara pada masa depan. Apalagi, kata Irwan, beban utang atau jebakan utang yang ada berkat proses perencanaan yang salah di awal atau feasibility study (FS) dilakukan pemerintah.
“Di mana dulu pemerintah terhipnotis dengan bunga rendah (dari China) yakni 2 persen,” tutur Irwan.
Rayuan China akibat proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang berbunga murah, ibarat gayung bersambut bagi pemerintah Indonesia.
Pasalnya kata Irwan, pemerintah terlalu optimis dan terburu-buru ingin membangun megaproyek tersebut tanpa adanya perjanjian yang jelas. Kini, pihak China menaikkan bunga menjadi 3,4 persen.
“Sehingga kreditur seenaknya sendiri memberikan opsi skema pembayaran,” ujarnya.
Dia menambahkan, pembengkakan biaya atau cost overrun dari proyek Kereta Cepat berakibat besar membebani APBN. Ke depannya, Irwan menduga, hal itu bisa menimbulkan efek berantai ke defisit APBN jika terus dilakukan.
“Harus ditolak skema jaminan APBN ini. Sudah beberapa kali APBN mencuci kesalahan perencanaan Kereta Cepat,” kata Irwan.
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 107 Tahun 2015 tentang Pembiayaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung sempat melarang menggunakan APBN.
Kini, Jokowi malah mengizinkannya dengan penerbitan obligasi maupun pinjaman konsorsium BUMN untuk mendanai proyek senilai US$7,5 miliar atau sekitar Rp 110,9 triliun. Angka itu membengkak US$1,5 miliar atau sekitar Rp 22 triliun.
Rusak Tata Kelola
Sementara itu, Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa mengkritisi permintaan China yang ingin APBN menjadi jaminan dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Herry menilai jika APBN dijadikan sebagai jaminan dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung bukanlah hal yang bijak. Kondisi itu menurutnya dapat merusak tata kelola pembangunan berkelanjutan.
“Kurang bijak juga jika APBN jadi jaminan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung karena proyek ini dari awal telah gagal bayar sehingga tergolong cost overrun yang bisa merusak tata kelola perencanaan pembangunan,” kata Herry dalam keterangannya pada Jumat (14/4/2023).
Herry memandang proyek kereta cepat Jakarta-Bandung seharusnya dijadikan evaluasi oleh pemerintah untuk tidak meneruskan jika pada akhirnya justru merugikan negara dan tidak berdampak luas bagi masyarakat.
Menurutnya kalkulasinya, proyek kereta cepat ini sebenarnya telah merugikan.
“Pemerintah harusnya bersikap tegas untuk tidak melanjutkannya karena dengan jelas telah merugikan negara serta sama sekali tidak juga berdampak bagi masyarakat luas,” ujar Herry.
Selain itu, Herry melihat bahwa proyek ini tidak begitu diperlukan saat ini karena dipandang sudah tidak memenuhi aspek waktu, anggaran hingga produktivitas.
“Terlihat jelas dari segi waktu pengerjaan proyek terus mundur dan ditunda dengan berbagai alasan, kemudian anggaran pengerjaan juga membengkak yang akibatnya nilai produktivitasnya pun turun,” jelas Herry.
Lebih lanjut, Herry menyayangkan jika proyek ini tetap dilanjutkan karena bisa berdampak pada keberlangsungan pembangunan proyek strategis nasional lainnya.
“Perlu diingat masih ada proyek strategis nasional lainnya misalnya IKN yang mestinya konsentrasi pemerintah kesana untuk dimaksimalkan pembangunannya bukan malah ke proyek kereta cepat yang jelas merugikan, bisa berbaya jika tidak segera dievaluasi dan dihentikan,” terang Herry.
Dalam Perpres Nomor 107 Tahun 2015, pembiayaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung dilarang menggunakan anggaran pendapatan belanja negara (APBN).
Tapi kini, Jokowi membolehkan pembiayaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung menggunakan APBN. Pembiayaan juga bisa dengan menerbitkan obligasi maupun pinjaman konsorsium badan usaha milik negara (BUMN).
Hal itu termaktub dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubatan Atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Saranan Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.
“Pendanaan lainnya sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c dapat berupa pembiayaan dari APBN dalam rangka menjaga keberlanjutan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dengan memperhatikan kapasitas dan kesinambungan fiskal,” demikian isi Pasal 4 ayat 2.
Dalam perpres, dijelaskan jika pembiayaan dari APBN untuk Kereta Cepat Jakarta-Bandung, berupa penyertaan modal negara kepada pimpinan konsorsium BUMN dan atau penjaminan kewajiban pimpinan konsorsium BUMN, atau penyertaan modal negara kepada pimpinan konsorsium BUMN. (ATN)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post