ASIATODAY.ID, JAKARTA – Asia Tenggara (ASEAN) diproyeksikan sebagai kekuatan global di masa depan.
Pada 2030, ASEAN diproyeksikan akan menjadi salah satu pusat rantai pasok barang dunia (global value chain).
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementerian Luar Negeri, Siswo Pramono mengungkapkan hal itu di forum Webinar bertajuk The Importance of Asean Centrality, yang digagas oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Kamis (30/7/2020).
“Melihat transisi kawasan strategis pada 2020-2030 atau 10 tahun dari sekarang, ASEAN akan sepenuhnya jadi salah satu basis rantai pasok barang dunia,” jelasnya sebagaimana keterangan tertulis, Jumat (31/7/2020).
Proyeksi itu didasari oleh sejumlah indikator, salah satunya tren pemindahan tempat usaha atau relokasi sejumlah pabrik asal Amerika Serikat, Korea Selatan, Jepang dari China ke negara-negara ASEAN. Bahkan, beberapa perusahaan China juga memindahkan usahanya dari negaranya ke Asia Tenggara.
“Kami memiliki bukti pelaku usaha dunia merespon ASEAN dengan positif, salah satunya terlihat dari rencana relokasi industri dari China, itu jadi contoh konkret para pengusaha saat ini berpindah dari China ke ASEAN. Pertanyaannya, apakah perusahaan itu akan memindahkan usahanya ke ASEAN jika mereka tidak mendapatkan jaminan yang mereka butuhkan, dimana ASEAN akan menjamin kebebasan, netralitas, dan keamanan, yang mereka lihat, konsistensi untuk tetap netral,” terang Siswo.
Menurutnya, sikap netral yang jadi prinsip utama ASEAN kemungkinan jadi salah satu pertimbangan para pelaku usaha memindahkan usahanya ke Asia Tenggara, khususnya jika dikaitkan dengan dampak perang dagang AS dan China.
Di samping tren relokasi usaha, Siswo juga mengamati total nilai perdagangan antara AS dan Asia, Uni Eropa (EU) dan Asia, lebih tinggi daripada AS dan Eropa.
“Total nilai dagang antara AS dan Uni Eropa mencapai USD1,1 triliun atau sekitar Rp15,89 kuadriliun, sementara Uni Eropa dan Asia mencapai USD1,6 triliun atau sekitar Rp23,24 kuadriliun, lebih besar dari total nilai dagang Uni Eropa dengan AS. Negara-negara di Amerika Utara dengan Asia juga USD1,4 triliun atau sekitar Rp20,34 kuadriliun,” papar Siswo. (ATN)
Discussion about this post