ASIATODAY.ID, JAKARTA – Masa depan generasi di Indonesia kini menghadapi ancaman serius. Pasalnya, sepanjang 2022, tercatat 6,3 juta Balita di negeri itu dalam kondisi bermasalah akibat dicengkram stunting.
Secara global, tercatat 149 juta jiwa atau 22 persen balita di seluruh dunia mengalami stunting pada tahun 2022.
Stunting sendiri menurut Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) disebabkan anak kekurangan gizi dalam dua tahun usianya, ibu kekurangan nutrisi saat kehamilan, dan sanitasi yang buruk.
Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia, K.H. Ma`ruf Amin mengingatkan, masalah stunting bukan semata persoalan tinggi badan. Namun, yang lebih buruk adalah dampaknya terhadap kualitas hidup individu akibat munculnya penyakit kronis, ketertinggalan dalam kecerdasan, dan kalah dalam persaingan.
“Anak stunting memiliki badan dan otak yang stunting. Anak stunting memiliki kehidupan yang stunting pula,” ujar Wapres Ma`ruf Amin mengutip UNICEF pada acara Puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-30 di Banyumas, Kamis (6/7).
Selain itu, dampak penuh dari stunting di masa kecil kemungkinan baru terjadi pada tahun-tahun yang akan datang dan dikhawatirkan sudah terlambat untuk diatasi.
“Oleh sebab itu, kita mesti serius melakukan upaya menurunkan angka stunting di negara kita,” tegas dia.
Prevalensi stunting di Indonesia saat ini adalah 21,6 persen, sementara target yang ingin dicapai adalah 14 persen pada 2024. Untuk itu, diperlukan upaya bersama untuk mencapai target yang telah ditetapkan, salah satunya dimulai dari unit terkecil dalam masyarakat, yakni keluarga.
“Keluarga menjadi aktor kunci dalam mengatasi sebab-sebab stunting tersebut. Keluarga mesti memiliki kesadaran untuk memprioritaskan pemenuhan asupan gizi dan pengasuhan anak secara layak, termasuk menjaga kebersihan tempat tinggal dan lingkungan,” tegas dia.
Terkait makanan bergizi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, Wapres menekankan, Indonesia sangat kaya akan potensi pangan lokal. Kekayaan ini perlu dioptimalkan kemanfatannya mulai dari tingkat keluarga.
Sementara itu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo mengatakan, ada dua amanah yang ditugaskan kepada BKKBN yaitu menjaga pertumbuhan penduduk seimbang dan mewujudkan keluarga yang berkualitas.
Di bidang kependudukan, lanjut Hasto, Indonesia saat ini mengalami titik balik dikarenakan program keluarga berencana yang selama ini sudah sukses mengantarkan Total Fertility Rate (TFR) atau rata-rata perempuan Indonesia melahirkan anak mencapai 2,14.
“Sehingga tantangan tidak lagi terfokus pada pengendalian kuantitas penduduk untuk mencegah ledakan penduduk dan menekan angka kelahiran. Akan tetapi, ada tantangan-tantangan penting yang kita hadapi berikutnya yaitu kesenjangan TFR antara satu provinsi dengan provinsi lainnya,” ujar dia.
Hasto mengatakan, saat ini sebagian provinsi rata-rata anaknya masih cukup besar, akan tetapi sebagian provinsi seperti DKI Jakarta, Bali, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I Yogyakarta, Sulawesi Utara TFR sudah di bawah 2,1 sehingga menghadapi tantangan zero growth.
Selanjutnya adalah adalah bagaimana meningkatkan kualitas, yang dalam hal ini fokus pada percepatan penurunan stunting sebagai salah satu indikator yang sangat penting. (AT Network)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post