ASIATODAY.ID, JAKARTA – Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Agus Suparmanto mendesak kalangan DPR agar segera mengesahkan Protokol Pertama Perubahan (The 1st Protocol to Amend) Persetujuan Kemitraan Menyeluruh ASEAN-Jepang (ASEAN-Japan Comphrehensif Economic Partnership/AJCEP).
Pasalnya, ratifikasi perjanjian itu tidak bisa berjalan tanpa mendapat dukungan penuh dari anggota dewan.
“Untuk itu, diharapkan dukungan Komisi VI DPR RI agar target penyelesaian ratifikasi dapat tercapai tahun ini segera,” ujar Agus melalui keterangan resmi, Sabtu (1/2/2020).
Menurut Mendag, saat ini Thailand dan Singapura telah menyelesaikan proses ratifikasinya. Sementara Jepang dan negara ASEAN lainnya termasuk Indonesia dalam proses penyelesaian.
Penyelesaian perundingan perdagangan internasional menjadi perhatian khusus Pemerintah dalam upaya meningkatkan ekspor. Terlebih dalam situasi perekonomian yang tidak menentu saat ini hingga beberapa tahun ke depan.
“Berbagai terobosan akan terus diupayakan Pemerintah untuk meningkatkan ekspor Indonesia dan investasi asing ke Indonesia. Salah satunya dengan menjajaki pasar nontradisional dan meningkatkan peran seluruh perwakilan perdagangan di luar negeri agar lebih pro bisnis,” jelas Agus.
Perjanjian AJCEP merupakan perjanjian yang telah ditandatangani oleh seluruh negara anggota ASEAN dan Jepang pada 28 Maret 2008 di Jakarta. Indonesia kemudian meratifikasi perjanjian tersebut melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2009 tanggal 19 November 2009.
Perjanjian AJCEP memuat kesepakatan di bidang perdagangan barang dan jasa, serta investasi. Namun demikian, pada saat ditandatangani perjanjian ini hanya terkait perdagangan barang. Sementara bidang perdagangan jasa dan investasi akan dirundingkan kemudian.
Selanjutnya, para pihak terkait merundingkan bab perdagangan jasa, pergerakan orang (movement of natural persons/MNP), dan investasi untuk menjadi bagian dari persetujuan AJCEP. Perundingan ini dimulai pada 2011 untuk bab investasi serta pada 2012 untuk bab perdagangan jasa dan bab MNP.
Pada 2018 perundingan selesai dan ditandatangani seluruh Negara anggota ASEAN dan Jepang di Hanoi, Vietnam pada 24 April 2019. Perjanjian ini mulai berlaku efektif pada hari pertama bulan kedua setelah Jepang dan setidaknya satu negara anggota ASEAN telah menyampaikan notifikasinya kepada Sekretariat ASEAN.
Mendag juga mengungkapkan bahwa protokol ini akan memberikan manfaat bagi perekonomian Indonesia.
Pertama, protokol ini sebagai dasar hukum kerja sama ekonomi regional antara ASEAN dan Jepang dalam bidang perdagangan jasa, MNP, dan investasi untuk menciptakan iklim kerja sama yang transparan, terbuka dan fasilitatif.
Kedua, protokol ini dapat meningkatan ekspor jasa Indonesia ke Jepang, khususnya sektor jasa transportasi laut, transportasi udara, dan asuransi. Dengan adanya Persetujuan AJCEP maka secara kumulatif nilai ekspor jasa Indonesia ke Jepang pada tahun 2025 akan mencapai USD891,8 juta, sementara bila tanpa AJCEP hanya akan mencapai USD831,6 juta.
Ketiga, dapat meningkatkan aliran investasi Jepang ke Indonesia, meningkatkan proses alih teknologi, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan daya saing nasional.
Keempat, dapat meningkatkan kemudahan bagi tenaga kerja profesional Indonesia untuk bekerja di Jepang melalui pengaturan MNP. Termasuk di dalamnya kepastian memperoleh izin masuk dan izin
tinggal bagi pengunjung bisnis, perpindahan antar perusahaan, investor, serta profesional yang terkait dengan bidang yang membutuhkan teknologi atau pengetahuan tingkat lanjut.
Dalam pertemuan bersama Komisi IV, Agus, juga membahas ratifikasi Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-EFTA (IE-CEPA) dan Perjanjian ASEAN tentang Perdagangan melalui Sistem Elektronik (ASEAN Agreement on E-Commerce/AOEC). Hal ini merupakan tanggapan Kemendag atas atas pertanyaan Pimpinan dan Anggota Komisi VI DPR RI mengenai Perjanjian IE-CEPA dan Perjanjian ASEAN AOEC pada November tahun lalu.
Pada pertemuan, Komisi VI DPR RI meminta Kemendag mengkaji secara detail dan komprehensif terkait perjanjian-perjanjian yang sedang dalam proses penyelesaian. DPR meminta Kemendag mengutamakan produk ekspor khususnya UKM dalam negeri pada saat implementasi perdagangan elektronik.
Komisi VI juga menyampaikan, implementasi perjanjian perdagangan harus menjadi kunci peningkatan ekspor bukan mendorong impor, sehingga dapat tercapai keseimbangan perdagangan. Kemendag juga diharapkan dapat mengkaji kembali kebijakan-kebijakan impor agar berpihak kepada rakyat, lingkungan, dan industri dalam negeri serta mempermudah kebijakan ekspor untuk akselerasi keseimbangan neraca perdagangan.
“DPR RI memahami kepentingan Pemerintah untuk meratifikasi perjanjian internasional yang sudah ditandatangani, namun Komisi VI tetap mengharapkan adanya pendalaman materi, baik dalam bentuk FGD maupun konsinyering dengan Kemendag,” tandas Mendag Agus. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post