ASIATODAY.ID, JAKARTA – Negara-negara di Asia secara perlahan mulai menghentikan ketergantungan terhadap penggunaan dolar Amerika Serikat (AS) dalam transaksi perdagangan dan investasi.
Yang terbaru, Bank Indonesia (BI) dan bank sentral China, People’s Bank of China (PBC) sepakat untuk tidak menggunakan mata uang dolar lagi
Kedua negara sepakat melakukan transaksi perdagangan bilateral dan investasi langsung (Local Currency Settlement/LCS) dengan menggunakan mata uang lokal kedua negara, yuan dan rupiah. Kesepakatan itu ditetapkan oleh Gubernur PBC Yi Gang dan Gubernur BI Perry Warjiyo pada Rabu (30/9/2020).
“Hal tersebut meliputi antara lain, penggunaan kuotasi nilai tukar secara langsung dan perdagangan antarbank untuk mata uang yuan dan rupiah,” ungkap BI dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (2/10).
Dengan kebijakan itu berarti transaksi antar kedua negara tak lagi memakai dolar AS seperti yang sebelumnya kerap dilakukan. Dolar AS sendiri biasanya dipakai dalam transaksi antar negara karena merupakan mata uang resmi di perdagangan internasional selama ini.
Bank Indonesia meyakini kesepakatan ini akan memberi manfaat berupa penguatan pertukaran informasi dan diskusi secara berkala, meningkatkan kerja sama keuangan bilateral, hingga meningkatkan transaksi keuangan dengan mata uang lokal dari masing-masing negara.
Langkah Indonesia dan China meninggalkan dolar AS bukan yang pertama kali dilakukan oleh negara di Asia.
Sebelumnya, Thailand dan Malaysia sudah lebih dulu sepakat tidak menggunakan dolar AS untuk transaksi dagang dan investasi dengan Indonesia. Pembayaran transaksi diganti dari dolar AS menjadi rupiah, baht Thailand, dan ringgit Malaysia.
Kesepakatan itu berlangsung pada 2017, saat BI masih dipimpin Agus Martowardojo. Kesepakatan dilakukan bersama Gubernur Bank of Thailand Veerathai Santiprabhob dan Gubernur Bank Negara Malaysia Muhammad bin Ibrahim kala itu.
Penggunaan mata uang lokal dinilai akan lebih memudahkan karena langsung dikonversikan ke nilai tukar kedua negara, sehingga tidak perlu dikonversikan ke mata uang negara ketiga alias dolar AS.
Dari kemudahan itu, kerja sama dagang dan investasi bisa semakin tumbuh. Selain itu, transaksi dengan mata uang lokal masing-masing negara bisa menumbuhkan diversifikasi produk dagang dan nilai perdagangan.
Bagi sistem keuangan, gejolak nilai tukar masing-masing mata uang bisa lebih terjaga dan stabil serta bisa memberi dampak pada pertumbuhan ekonomi masing-masing negara.
Masing-masing bank sentral pun sudah menunjuk bank di negara mereka untuk menjalankan kesepakatan ini. Beberapa bank yang diterlibat di Indonesia, yaitu PT Bank Republik Indonesia (Persero) Tbk atau BRI, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI, PT Bank Central Asia Tbk atau BCA, PT Bank CIMB Niaga Tbk, dan PT Bank Maybank Indonesia Tbk.
Sementara dari Thailand, ada Bangkok Bank PCL, Bank of Ayudhya PCL, Kasikornbank PCL, Krungthai Bank PCL, Siam Commercial Bank PCL, CIMB Thai PCL, dan UOB Thai PCL. eko
Sedangkan dari Malaysia, ada CIMB Bank Berhad, Malayan Banking Berhad, Hong Leong Bank Berhad, Malayan Banking Berhad, Public Bank Berhad, RHB Bank Berhad, Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ Malaysia Berhad, dan United Overseas Bank (UOB) Berhad.
Setelah Thailand dan Malaysia, Indonesia juga sudah meninggalkan dolar AS untuk transaksi dengan Jepang. Kesepakatan diteken antara BI dengan Kementerian Keuangan Jepang pada akhir 2019.
Di Indonesia, terdapat tujuh bank yang ditunjuk untuk pelaksanaan transaksi dengan mata uang lokal yakni MUFG Bank Ltd cabang Jakarta, PT Bank BTPN, Tbk, PT Bank Mizuho Indonesia, BCA, Bank Mandiri, BRI, dan BNI.
Sementara itu, bank-bank di Jepang yang ditunjuk oleh Kementerian Keuangan Jepang adalah Mizuho Bank Ltd, MUFG Bank Ltd, BNI cabang Tokyo, Resona Bank Ltd, dan Sumitomo Mitsui Banking Corporation. (ATN)
Discussion about this post