ASIATODAY.ID, MOSKOW – Operasi militer Rusia di Ukraina masih akan berlangsung lama dan belum akan selesai.
Demikian ditegaskan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pertemuan dengan Dewan Masyarakat Sipil dan Hak Asasi Manusia (HAM), Rabu.
Menanggapi pertanyaan tentang durasi permusuhan yang meningkat pada bulan Februari, Putin mengatakan bahwa mencapai semua tujuan akan memakan waktu.
“Tentu saja, ini mungkin proses yang panjang,” kata Presiden Putin, yang menegaskan bahwa konflik sebenarnya dimulai pada 2014 ketika Amerika Serikat (AS) mendukung kudeta nasionalis di Kiev.
Dia tidak memberikan estimasi waktu dari penyelesaian perang Rusia di Ukraina. Putin, seperti pejabat Moskow lainnya, tetap menghindari penggunaan kata perang untuk referensi invasi Rusia di Ukraina. Mereka menamakannya sebagai operasi militer khusus.
Putin berpendapat bahwa Moskow tidak punya banyak pilihan selain melakukan intervensi militer pada bulan Februari untuk mempertahankan Republik Donbass di Donetsk dan Luhansk–yang telah memilih untuk bergabung dengan Rusia, bersama dengan sebagian besar wilayah Kherson dan Zaporozhye atau Zaporizhzhia.
“Wilayah baru ini merupakan keuntungan besar bagi Rusia,” kata Putin, seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (8/12/2022).
“Bahkan Peter the Great mencari akses ke Laut Azov, dan sekarang menjadi laut internal Federasi Rusia.”
“Yang paling penting, orang-orang yang tinggal di sana menunjukkan dalam sebuah referendum bahwa mereka ingin berada di Rusia dan merasa menjadi bagian dari dunia kita,” kata Putin.
“Mereka sekarang bersama kita, jutaan jumlahnya, dan itu adalah hasil terbesar.”
Putin juga mengatakan tidak ada gunanya membahas langkah-langkah mobilisasi tambahan, karena lebih dari 300.000 tentara cadangan dipanggil untuk mengisi barisan militer sudah cukup. Bahkan, beberapa pelajar Donbass yang telah berjuang selama bertahun-tahun sedang dalam proses pengumpulan agar mereka dapat menyelesaikan studinya.
Presiden Rusia juga mengatakan bahwa para pemimpin Eropa Barat sekarang keberatan dengan operasi militer “senyap” ketika dia mengingatkan mereka bahwa negara mereka seharusnya menjamin proses perdamaian di Ukraina sejak 2014.
Para pemimpin Uni Eropa merundingkan penyelesaian yang damai atas kekacauan Maidan tepat sebelum kaum nasionalis yang didukung Barat dengan kekerasan merebut kekuasaan pada bulan Februari 2014.
Prancis dan Jerman kemudian menegosiasikan gencatan senjata antara Kiev dan Republik Donbass di Minsk, tetapi tidak melakukan apa pun untuk mempertahankan atau mempromosikannya.
Awal tahun ini, mantan presiden Ukraina Petro Poroshenko secara terbuka mengakui gencatan senjata adalah taktik untuk mengulur waktu sehingga Kiev dapat membangun pasukan untuk solusi militer. (ATN)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post