ASIATODAY.ID, VIRGINIA – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Republik Indonesia hingga kini masih menyelidiki penyebab kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ182 di perairan laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara.
Meskipun masih dalam investigasi, pakar penerbangan asing menduga kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 rute Jakarta-Pontianak itu bukan disebabkan masalah desain yang cacat.
Dikutip dari Businessinsider, Minggu (10/1/2021), Richard Aboulafia, seorang analis penerbangan di Teal Group, tidak percaya kecelakaan adalah akibat dari cacat desain pada model pesawat.
“Ini bahkan bukan model sebelum MAX, ini telah beroperasi selama 30 tahun jadi sepertinya bukan kesalahan desain,” katanya kepada Bloomberg.
Dikatakan, pesawat berusia 26 tahun itu adalah Boeing 737-500 dan bagian dari seri “Classic” 737 yang selesai diproduksi pada 1999.
“Ribuan pesawat ini telah dibuat dan produksinya berakhir lebih dari 20 tahun yang lalu, jadi sesuatu akan ditemukan sekarang,” tambahnya.
Dalam email ke Insider, Aboulafia mengatakan bahwa meskipun 26 tahun masa kerja melebihi usia pensiun yang biasa di banyak pesawat, bukan hal yang aneh bagi pesawat yang sudah tua untuk terbang.
“Dan akan sangat aman dengan asumsi prosedur pemeliharaan yang benar diterapkan dan ditegakkan oleh regulator lokal,” tulisnya.
Kecelakaan Sriwijaya Air terjadi di tengah beberapa tahun yang sulit bagi Boeing.
Pada Oktober 2018 dan Maret 2019, dua pesawat model Boeing 737 MAX jatuh, menewaskan total 364 orang. Pesawat itu dipesan di seluruh dunia sementara regulator dan Boeing bekerja untuk memperbaiki apa yang tampaknya menjadi cacat desain mendasar pada model tersebut.
Pada akhir tahun 2020, setelah penyelidikan intensif, Administrasi Penerbangan Federal mengizinkan 737 MAX dapat terbang lagi. (ATN)
Discussion about this post