ASIATODAY.ID, VILNIUS – Pemimpin oposisi Belarusia Svetlana Tikhanovskaya menyerukan unjuk rasa damai di seantero negeri itu pada akhir pekan ini. Seruan disampaikan enam hari usai dia melarikan diri ke Lithuania setelah berakhirnya pemilihan umum Belarusia.
“Jangan diam dan menonton saja,” kata Tikhanovskaya, melansir BBC, Sabtu (15/8/2020).
Incumbent Alexander Lukashenko telah berkuasa di Belarusia sejak 1994. Dalam pemilu pekan kemarin, ia kembali menang lewat raihan 80 persen suara.
Kubu oposisi mengecam kemenangan Lukashenko yang dinilai sarat kecurangan.
Amerika Serikat dan Uni Eropa sama-sama mengecam jalannya pilpres di Belarusia yang berlangsung tanpa adanya pengawasan memadai.
Aksi unjuk rasa masif meletus di Belarusia usai komisi elektoral menyatakan Lukashenko telah keluar sebagai pemenang. Sekitar 6.700 orang telah ditangkap dalam aksi protes tersebut, dan banyak dari mereka mengaku mendapat penyiksaan oleh aparat keamanan.
Saat demonstrasi di Belarusia berlanjut ke hari keenam, sejumlah menteri luar negeri UE menggelar rapat virtual. Mereka sepakat untuk mempersiapkan sejumlah sanksi baru bagi sejumlah pejabat Belarusia yang terbukti bertanggung jawab atas “aksi kekerasan dan pemalsuan” terkait pilpres.
Grup Amnesty International mengatakan bahwa pengakuan dari sejumlah tahanan yang dibebaskan di Belarusia mengindikasikan adanya “penyiksaan berskala luas.”
Tikhanovskaya juga sempat ditahan selama tujuh jam pada Senin malam kemarin, usai dirinya hendak mengajukan keluhan atas hasil pilpres. Usai dibebaskan, ia pun pergi ke Lithuania dengan alasan untuk melindungi anak-anaknya.
Sementara itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa merespons berlangsungnya aksi protes di Belarusia yang terjadi usai berakhirnya pemilihan umum presiden.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menggarisbawahi pentingnya mengizinkan semua warga Bealrusia dalam “menggunakan hak sipil dan politik mereka.”
Berdasarkan laporan di situs UN News, Sabtu 15 Agustus 2020, Guterres mengatakan bahwa semua warga Belarusia harus diizinkan untuk mengekspresikan pandangan mereka “sesuai aturan hukum.” Tidak hanya itu, ia juga meminta otoritas Belarusia untuk “menahan diri dalam merespons demonstrasi.”
Guterres menyerukan adanya investigasi mendalam mengenai “dugaan terjadinya penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya” yang dialami sejumlah tahanan pemerintah.
Guterres juga menyerukan kepada semua warga Belarusia untuk “menangani masalah pascapilpres melalui dialog demi menjaga perdamaian di seantero negeri.”
Sepanjang pekan ini, Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia mengecam otorits Belarusia karena melakukan tindak kekerasan terhadap pengunjuk rasa.
Jumat kemarin, lima pakar independen HAM PBB mengkritik tajam level kekerasan yang digunakan pasukan keamanan Belarusia terhadap demonstran dan jurnalis.
Sementara pada Rabu lalu, Kepala HAM PBB Michelle Bachelet mengutuk kekerasan yang dilakukan otoritas (Belarusia). Ia mengingatkan Belarusia bahwa “penggunaan kekerasan selama aksi protes seharusnya hanya dilakukan sebagai cara terakhir.” (ATN)
Discussion about this post