ASIATODAY.ID, JAKARTA – Para pelaku industri ritel global mulai bersiap untuk hengkang dari Vietnam.
Aturan pembatasan berkepanjangan terkait pandemi Covid-19 di negeri itu jadi pemicunnya, terutama bagi yang bergantung pada negara di Asia Tenggara itu terkait pabrik Vietnam memproduksi alas kaki dan pakaian.
Kepanikan menyebabkan perusahaan riset Wall Street, BTIG, menurunkan peringkat saham Nike pada pekan lalu. Menurut BTIG, sejak merilis laporan pendapatan terakhirnya produsen sepatu kets itu telah dilanda masalah serius.
Menurut analisis BTIG, perusahaan-perusahaan ritel dengan beberapa eksposur terbesar ke Vietnam, termasuk Deckers Outdoor, perusahan induk dari Ugg dan Hoka; Michael Kors, induk dari Capri Holdings, Columbia Sportswear, Nike; pemilik Coach, Tapestry; Under Armour dan Lululemon.
Hambatan-hambatan di Vietnam diperburuk dengan serangkaian masalah rantai pasokan lainnya, mulai dari kekurangan truk-truk kontainer untuk pengiriman kargo hingga pelabuhan yang tersendat dan jumlah pengemudi truk yang terbatas.
Beberapa perusahaan yang memindahkan manufaktur dari China ke Vietnam dalam beberapa tahun terakhir dalam upaya untuk mendiversifikasi rantai pasokan mereka dan menghindari tarif telah melangkah lebih jauh dengan membawa produksinya kembali ke Negeri Tirai Bambu.
Chief Executive Officer (CEO) Designer Brands Roger Rawlins mengatakan bahwa karena perlambatan di Vietnam maka enam tahun hasil pekerjaan rantai pasokan batal dalam enam hari.
“Ketika Anda memikirkan jumlah upaya yang dilakukan semua orang untuk keluar dari China, dan sekarang satu-satunya tempat di mana Anda bisa mendapatkan barang adalah China. Ini benar-benar gila, semua orang telah mengalami perubahan drastis di sini,” ujar Rawlins sebagaimana dilaporkan CNBC International, Sabtu (18/9/2021).
Dalam laporan analis BTIG Camilo Lyon, permasalahan manufaktur di Vietnam mungkin tidak banyak berpengaruh di Kuartal III. Tetapi dapat menyebabkan lebih banyak masalah pada Kuartal IV dan liburan, serta kemungkinan hingga semester pertama tahun depan.
“Banyak merek yang secara proaktif mengurangi pesanan untuk mengantisipasi kendala kapasitas dan penumpukan setelah pabrik kembali beroperasi dan beroperasi pasca-lockdown. Banyak merek besar telah pindah atau mencoba memindahkan beberapa produksi ke negara lain,” kata Lyon.
Produk-produk yang dilacak oleh BTIG biasanya memakan waktu sekitar tiga bulan untuk diproduksi di beberapa bagian Asia, dan sekarang memakan waktu 12 minggu lebih lama karena penumpukan.
BTIG menambahkan, pabrik-pabrik di Vietnam juga kemungkinan bakal kesulitan membuat pekerja kembali setelah pihak berwenang mencabut pembatasan terkait Covid-19 . (ATN)
Discussion about this post