ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Miineral (ESDM) diperintahkan untuk segera mencabut izin kontrak karya PT Tambang Mas Sangihe (TMS) yang beraktivitas di Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.
Perintah pencabutan itu datang dari Majelis hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta yang mengabulkan banding gugatan warga Kepulauan Sangihe atas Keputusan Menteri ESDM terkait operasi kontrak karya PT Tambang Mas Sangihe (TMS).
“Menerima permohonan banding dari para pembanding I dan para pembanding II tersebut; Membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 146/G/20221/PTUN.JKT Tanggal 20 April 2022 yang dimohonkan banding,” demikian putusan PTTUN Jakarta itu seperti dikutip dari laman direktori putusan Mahkamah Agung, Selasa (6/9/2022).
Putusan yang diputus pada 31 Agustus 2022 tersebut diunggah ke direktori tersebut pada 5 September 2022. Majelis hakim banding terdiri atas hakim ketua Eddy Nurjono serta dua hakim anggota Budhi Hasrul dan Husein Rozarius.
Dalam putusan banding perkara nomor 140/B/2022/PT.TUN.JKT tersebut, majelis hakim PTTUN Jakarta menyatakan, “Mewajibkan Terbanding I untuk mencabut Surat Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 163.K/MB.04/DJB/2021 tanggal 29 Januari 2021 tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya PT. Tambang Mas Sangihe.”
Selain itu, majelis hakim memutuskan, “Menghukum Terbanding I dan Terbanding II untuk membayar biaya perkara di kedua tingkat pengadilan yang untuk tingkat banding ditetapkan sebesar Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).”
Perkara ini berjalan ketika warga Sangihe yakni Elbi Pieter dkk–berjumlah 7 orang–menggugat Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 163.K/MB.04/DJB/2021 tertanggal 29 Januari 2021 tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya PT Tambang Mas Sangihe ke PTUN Jakarta.
Sebagai tergugat dalam perkara yang didaftarkan pada 23 Juni 2022 itu adalah Menteri ESDM. Dalam putusan yang dibacakan majelis hakim PTUN Jakarta pada 20 April 2022 lalu, gugatan warga Sangihe itu tidak dapat diterima.
Kemudian, para penggugat melayangkan banding ke PTTUN Jakarta. Dan, majelis hakim PTTUN Jakarta pun memutuskan menerima banding mereka serta menyatakan batal SK Menteri ESDM 163.K/MB.04/DJB/2021 tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya PT Tambang Mas Sangihe.
PTTUN Jakarta pun mewajibkan Menteri ESDM untuk mencabut SK tersebut.
Selain memenangkan gugatan izin kontrak karya di PTTUN Jakarta, sebelumnya warga Sangihe juga berhasil memenangkan gugatan izin lingkungan yang dilayangkan ke PTUN Manado terkait operasional PT TMS di pulau itu.
Majelis hakim PTUN Manado memerintahkan Pemerintah Provinsi Sulut untuk mencabut surat keputusan terkait izin lingkungan penambangan emas di Pulau Sangihe.
Majelis Hakim PTUN Manado kemudian memerintahkan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Daerah Pemprov Sulut mencabut keputusan tersebut.
“Mewajibkan tergugat I untuk mencabut Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Daerah Pemprov Sulut Nomor 503/DPMPTSPD/IL/182/IX/2020 tanggal 25 September 2020,” sebagaimana tertulis dalam amar putusan tersebut yang diakses CNNIndonesia.com pada 3 Juni lalu.
Sebagai informasi, PT TMS merupakan perusahaan patungan yang terdiri dari empat pihak. Mereka memiliki izin kontrak kerja 4.200 hektare di Kabupaten Kepulauan Sangihe dengan nomor perizinan 163.K/MB.04/DJB/2021.
Saat ini PT TMS memasuki tahap operasi produksi dengan komoditas berupa emas. Adapun izin didapatkan PT TMS sejak 29 Januari 2021 hingga 28 Januari 2054.
PT TMS dimiliki 70% oleh Sangihe Gold Corporation, korporasi tambang asal Kanada yang memiliki kantor di Jakarta. Sebanyak 30% kepemilikan sisanya diambil oleh perusahaan lokal. Rincian pembagiannya, PT Sungai Belayan Sejati 10%, PT Sangihe Prima Mineral 11%, dan PT Sangihe Pratama Mineral 9%. (ATN)
Discussion about this post