ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menampung pengungsi Rohingya yang kini terapung di atas kapal di lautan dekat Kabupaten Bireuen, Aceh.
Keputusan ini diambil atas dasar kemanusiaan, mengingat kondisi darurat yang dialami para pengungsi di kapal tersebut.
“Keputusan ini dibuat setelah mempertimbangkan kondisi darurat yang dialami pengungsi di atas kapal tersebut. Dari pengamatan yang dilakukan, penumpang kapal tersebut didominasi oleh perempuan dan anak-anak,” kata Deputi bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Kemenko Polhukam, Irjen Pol Armed Wijaya, ketua Satgas Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri (PPLN) Pusat dalam keterangannya, Kamis (30/12/2021).
Armed mengatakan jumlah pasti para pengungsi di kapal tersebut baru akan diketahui setelah proses pendataan lebih lanjut.
Kapal pengungsi tersebut diketahui sedang berada sekitar 50 mil laut lepas pantai Bireuen dan akan ditarik ke daratan.
“Pemerintah akan segera melakukan koordinasi dan penanganan pengungsi sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016,” katanya.
Mengingat situasi pandemi, Armed mengatakan seluruh pengungsi akan menjalani skrining kesehatan untuk selanjutnya akan dilakukan pendataan dan pelaksanaan protokol kesehatan.
“Satgas Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri Kemenko Polhukam akan melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah, TNI, Polri, dan pemangku kepentingan terkait lainnya agar pengungsi mendapatkan penampungan, logistik dan akses kesehatan,” ujarnya.
Sebelumnya, Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk urusan pengungsi, UNHCR meminta pemerintah Indonesia untuk menyelamatkan kelompok pengungsi Rohingya yang sedang kesulitan di perairan Bireuen, Aceh.
Menurut pemantauan UNHCR, kapal yang ditumpangi para pengungsi tersebut pertama kali terlihat di perairan Bireuen pada 26 Desember 2021.
UNHCR mendapat foto dan laporan dari nelayan setempat, mayoritas penumpang dari kapal yang kondisinya sangat padat dan tidak layak berlayar itu adalah wanita dan anak-anak.
Kapal tersebut juga dilaporkan mengalami kebocoran dan kerusakan mesin sehingga terombang-ambing di laut terbuka di tengah cuaca yang buruk dan dapat beresiko tenggelam.
UNHCR sangat mengkhawatirkan keselamatan dan nyawa para pengungsi yang berada di kapal.
Untuk mencegah jatuhnya korban jiwa, UNHCR mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera mengizinkan kapal tersebut menepi dengan selamat.
Selama bertahun-tahun, Indonesia telah menjadi teladan bagi negara lain di kawasan yang sama dalam hal memberikan pelindungan pengungsi.
Menurut Mitra Suryono, Associate Communications Officer UNHCR, beberapa anggotanya saat ini berada di lapangan, bekerja dan berkoordinasi erat dengan pemerintah setempat untuk membantu memberikan bantuan darurat penyelamatan jiwa bagi kelompok tersebut.
“Kami juga berkoordinasi dengan mitra kerja kemanusiaan lainnya dalam persiapan respon komprehensif, yang mencakup proses karantina yang sesuai dengan standar internasional dan protokol kesehatan publik,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (29/12/2021)
UNHCR berharap untuk melihat semangat kemanusiaan yang sama lagi hari ini di Aceh.
Kelompok Rohingya telah melarikan diri dari kekerasan, penganiayaan dan melakukan perpindahan yang terpaksa selama puluhan tahun.
Peraturan Presiden No. 125/2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri mencakup provisi bagi Pemerintah Indonesia untuk menyelamatkan pengungsi di kapal yang mengalami kesulitan di dekat Indonesia dan untuk membantu mereka berlabuh.
Bagi mereka yang mencari perlindungan internasional, izin berlabuh dengan aman dan akses untuk prosedur suaka serta bantuan kemanusiaan harus diberikan. Provisi ini telah diimplementasikan sebelumnya pada tahun 2018, 2020 dan yang terakhir pada bulan Juni 2021, ketika 81 orang pengungsi Rohingya diselamatkan dari perairan di Aceh Timur. (ATN)
Discussion about this post