ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pendatang dari China menghadapi gelombang ‘penolakan’ dari sejumlah negara di dunia.
Jepang, Amerika Serikat (AS), Italia, Malaysia, Spanyol, Maroko, Qatar, Kanada, Korea Selatan, dan Taiwan mengumumkan perlunya hasil tes negatif Covid-19 bagi setiap pelaku perjalanan yang datang dari China.
Sikap negara-negara tersebut sangat kontras dengan keputusan Beijing untuk membatalkan karantina wajib bagi semua pengunjung yang masuk ke China mulai 8 Januari 2023.
Beijing marah dan mengecam sikap negara-negara tersebut. Beijing mengatakan persyaratan Covid-19 yang diberlakukan oleh negara-negara tersebut terhadap pelaku perjalanan dari China harus didasarkan pada sains.
“Kami dengan tegas menentang praktik memanipulasi langkah-langkah pencegahan dan pengendalian epidemi untuk mencapai tujuan politik, dan akan mengambil langkah-langkah yang sesuai dengan prinsip timbal balik,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning dalam konferensi pers di Beijing pada Selasa (3/1/2023).
Mao mengatakan pembatasan yang diberlakukan hanya terhadap pelaku perjalanan dari China tidak dapat diterima karena respons pengendalian epidemi itu tidak memiliki kepatutan ilmiah, demikian laporan stasiun televisi negara, CGTN.
China menghadapi lonjakan infeksi yang signifikan setelah menghapus kebijakan nol Covid yang ketat bulan lalu, menyusul kerusuhan dan protes yang belum pernah terjadi sebelumnya di beberapa bagian negara itu.
Bagaimana dengan Indonesia?
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin mengatakan, Indonesia tak perlu melakukan pengetatan pintu masuk bagi pendatang dari China. Ia meyakini imunitas masyarakat Indonesia sudah tinggi.
Budi mengakui, saat ini memang sedang terjadi lonjakan Covid-19 di China yang disebabkan oleh tiga varian yakni BA5.2, BA.2.75 dan BF.7. Tiga varian tersebut menurut Budi sudah masuk ke Indonesia dan terbukti tidak menyebabkan lonjakan kasus hingga kini.
“Tiga tiganya sudah masuk ke Indonesia, yang terakhir BF.7 masuknya 14 Juli dari Bali. Untuk yang BA5.2 dan BA.2.75 itu sudah naik tinggi. Yang BF.7 tidak ada pergerakan yang berarti,” ungkap Budi di Jakarta, Selasa (3/1/2023).
Dengan tidak adanya lonjakan kasus membuktikan ketiga varian tersebut tidak bisa menembus sistem pertahanan masyarakat Indonesia. Adapun imunitas yang dimiliki masyarakat Indonesia berasal dari kombinasi vaksinasi dan infeksi.
“Kita Alhamdulillah rezeki anak saleh, imunitas penduduk kita luar biasa kuat, kombinasi dari vaksinasi dan infeksi, jadi ada secara buatan kita suntik tapi ada secara alamiah memang terjadi,” ujarnya.
“Di China karena lockdownnya terlalu ketat yang alamiah itu tidak sebanyak di Indonesia, tidak terbentuk. Padahal secara sains juga imunitas paling kuat dan tahan lama adalah vaksinasi plus infeksi,” tandasnya. (AT Network)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post