ASIATODAY.ID, JAKARTA – Langkah Pepsi hengkang dari Indonesia berbanding terbalik dengan Coca Cola Amatil Indonesia (CCAI) yang justru masif meningkatkan investasi dalam pengembangan bisnis. Hal ini karena Industri minuman dan makanan saat ini prospeknya tengah menanjak.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Abdul Rochim mengatakan pihaknya mengapresiasi upaya CCAI yang terus menambah investasi dan meningkatkan produksinya di dalam negeri.
Komitmen ini dinilai akan memberikan efek ganda bagi perekonomian nasional, khususnya di wilayah lini produksi Surabaya Plant di Pabrik CCAI Pasuruan, Jawa Timur.
“Setelah beroperasi di Indonesia selama 27 tahun, diharapkan CCAI semakin memperkuat komitmennya dalam membuka lapangan kerja, memajukan industri, dan berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi negara dengan tetap memperhatikan prinsip industri hijau,” ujar Rochim melalui keterangan tertulisnya, Jumat (4/10/2019).
Prinsip industri hijau menjadi keharusan di era modern. Komitmen penerapan yang konsisten akan memberikan optimisme bagi para investor terhadap peluang iklim usaha yang kondusif di Indonesia.
“Kami juga mengharapkan akan ada lebih banyak pihak yang mengikuti jejak CCAI untuk mengembangkan investasinya dan menghasilkan produk yang lebih ramah lingkungan di Tanah Air,” ungkapnya.
Seiring bergulirnya era industri 4.0, Kemenperin juga aktif mendorong pelaku industri di dalam negeri agar dapat ikut memanfaatkan teknologi terkini untuk menciptakan inovasi. Hal ini sejalan dengan inisiatif Making Indonesia 4.0 yang mendorong industri bertransformasi ke arah digital sehingga dalam proses produksinya menjadi lebih efisien serta menghasilkan produk yang berkualitas.
CCAI sebagai pelopor dalam industri minuman ringan di Indonesia, produknya telah dipasarkan kepada lebih dari 44.968 pelanggan ritel langsung. Kemudian sebanyak 785 ribu pelanggan ritel tidak langsung juga terlibat baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.
“Selain itu, kami menyambut baik langkah CCAI yang telah menambahkan investasi di sembilan pabrik produksi, dengan 38 lini produksi dan sembilan lini produksi botol preform, serta telah menyerap tenaga kerja lebih dari 9.000 karyawan,” lanjut Rochim.
Adanya lini produksi Affordable Single Serve Package di pabrik CCAI yang berlokasi di Pasuruan, Jawa Timur juga meningkat mutu produk. Inovasi memanfaatkan teknologi digital tersebut bisa menghasilkan kemasan produk yang lebih ramah lingkungan.
“Sampai sekarang plastik masih dibutuhkan, sehingga tidak bisa dihilangkan. Yang perlu dilakukan adalah manajemen pengelolaan sampah di sisi hilir. Jadi, sampah dikumpulkan kembali untuk di-recycle, misalnya menjadi serat untuk bikin baju atau barang plastik lain. Teknologi Coca Cola ini sudah bagus, bisa recycle jadi botol kembali,” ujarnya.
Lebih lanjut, Kemenperin juga terus mendorong pengembangan industri minuman di dalam negeri agar lebih berdaya saing global, terutama dalam menghadapi era industri 4.0. Sebab, berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, industri makanan dan minuman merupakan satu dari lima sektor manufaktur yang diandalkan dalam menopang perekonomian nasional.
“Pemerintah bertekad menciptakan iklim investasi yang kondusif di Tanah Air. Berbagai upaya strategis telah dijalankan, antara lain memberikan kemudahan izin usaha serta memfasilitasi insentif fiskal dan nonfiskal,” kata Rochim.
Industri minuman dinilai menjadi sektor yang mampu menyumbang cukup signifikan bagi penerimaan devisa. Catatan manis terlihat dari realisasi investasi sektor industri minuman sepanjang semester I-2019 mencapai Rp1,43 triliun untuk penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) sebesar USD68,72 juta.
Industri minuman di dalam negeri secara keseluruhan masih menunjukkan kinerja yang positif. Hal ini tercermin dari pertumbuhannya pada semester I-2019 sebesar 22,74 persen. Sektor industri ini di Tanah Air juga memiliki potensi pertumbuhan yang besar karena didukung oleh sumber daya alam yang berlimpah dan permintaan domestik yang besar.
Kemenperin mencatat industri makanan dan minuman konsisten sebagai kontributor terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional. Pada paruh tahun ini, industri makanan dan minuman tumbuh mencapai 7,4 persen dan berkontribusi hingga 36,23 persen terhadap PDB industri pengolahan nonmigas.
“Realisasi investasinya pada semester I-2019, nilai PMA industri makanan dan minuman sebesar USD687,91 juta, sedangkan nilai PMDN sebesar Rp20 triliun,” kata Rochim. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post