ASIATODAY.ID, WASHINGTON – Perang yang lebih besar kini dikhawatirkan akan segera meletus.
Amerika Serikat (AS) harus bersiap menghadapi kemungkinan perang simultan menghadapi Rusia dan China dengan memperluas kekuatan konvensionalnya, memperkuat aliansi, dan meningkatkan program modernisasi senjata nuklirnya.
Hal itu diungkapkan Kamis waktu setempat berdasarkan kajian panel bipartisan yang ditunjuk oleh Kongres AS bernama Komisi Postur Strategis.
Laporan tersebut terkuak di tengah semakin tegangnya hubungan dengan China terkait Taiwan dan persoalan-persoalan lain serta memburuknya perselisihan dengan Rusia mengenai invasi di Ukraina.
Seorang pejabat senior yang terlibat dalam laporan tersebut menolak menyebut laporan intelijen bersama itu menunjukkan ada kerja sama senjata nuklir antara China dan Rusia.
“Kami khawatir… mungkin ada koordinasi utama di antara mereka dalam beberapa hal, yang membawa kita kepada konstruksi dua perang serentak ini,” kata pejabat yang enggan disebutkan namanya itu.
Temuan itu akan mengubah strategi keamanan nasional AS saat ini yang menyerukan kemenangan dalam satu konflik sekaligus mencegah konflik lainnya dan memerlukan belanja pertahanan yang besar padahal dukungan Kongres tidak pasti.
“Kami mengakui realitas anggaran, tetapi kami juga yakin negara harus melakukan investasi ini,” kata ketua komisi itu, yang berasal dari Partai Demokrat, Madelyn Creedon, mantan wakil kepala badan yang mengawasi senjata nuklir AS, dan wakil ketua, Jon Kyl, mantan senator Partai Republik, dalam kata pengantar laporan itu.
Saat memberikan pengarahan yang diadakan untuk merilis laporan itu, Kyl mengatakan presiden dan Kongres harus mempresentasikan masalah ini kepada rakyat Amerika bahwa belanja pertahanan yang lebih besar nilainya jauh lebih kecil dalam rangka mencegah kemungkinan perang nuklir yang melibatkan Amerika Serikat, China, dan Rusia.
Laporan tersebut berbeda terbalik dengan sikap Presiden AS Joe Biden yang menyatakan persenjataan nuklir AS saat ini cukup untuk menangkal kekuatan gabungan Rusia dan China.
Arsenal senjata yang dimiliki “masih melebihi apa yang diperlukan untuk mempertahankan target-target musuh yang berisiko diserang sehingga dapat mencegah serangan nuklir musuh,” kata kelompok advokasi Arms Control Association menanggapi laporan tersebut.
“Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya harus siap menangkal dan mengalahkan kedua musuh secara bersamaan. Tatanan internasional pimpinan AS dan nilai-nilai yang dijunjungnya terancam oleh rezim otoriter China dan Rusia,” kata komisi itu.
Kongres AS pada 2022 membentuk panel beranggotakan enam legislator Partai Demokrat dan enam legislator Partai Republik untuk menilai ancaman jangka panjang terhadap Amerika Serikat dan merekomendasikan perubahan pada kekuatan konvensional dan nuklir AS.
Panel tersebut menerima perkiraan Pentagon bahwa ekspansi senjata nuklir China yang pesat kemungkinan akan menghasilkan 1.500 hulu ledak nuklir pada 2035, sehingga untuk pertama kalinya AS akan menghadapi pesaing kedua yang mempunyai senjata nuklir.
Ancaman China dan Rusia akan menjadi akut pada periode 2027-2035 sehingga “keputusan perlu diambil saat ini agar negara ini siap,” kata laporan setebal 145 halaman itu.
Laporan tersebut mengungkapkan program modernisasi senjata nuklir AS selama 30 tahun, yang dimulai pada 2010 dan diperkirakan pada 2017 akan menelan biaya sekitar US$400 miliar (Rp 6,27 triliun) pada 2046, harus didanai sepenuhnya untuk meningkatkan semua hulu ledak, sistem pengiriman dan infrastruktur sesuai jadwal.
Rekomendasi-rekomendasi lainnya adalah mengerahkan senjata nuklir taktis yang lebih banyak lagi di Asia dan Eropa, mengembangkan rencana mengerahkan sebagian atau seluruh hulu ledak nuklir cadangan AS, dan memperbanyak bomber siluman B-21 dan menambah kapal selam nuklir kelas Columbia melebihi jumlah yang direncanakan.
Panel tersebut juga menyerukan agar “ukuran, jenis, dan postur” pasukan konvensional AS dan sekutu-sekutunya diperbesar.
Jika langkah-langkah tersebut tidak diambil, Amerika Serikat “kemungkinan besar” harus meningkatkan ketergantungannya kepada senjata nuklir, kata laporan itu. (Reuters)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post