ASIATODAY.ID, JAKARTA – Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia dengan lebih dari 70 persen wilayahnya merupakan area kelautan. Terletak di kawasan segitiga terumbu karang atau Coral Triangle Area, Indonesia memiliki jumlah dan nilai keanekaragaman hayati laut dan pesisir yang begitu kaya.
Menteri Riset dan Teknologi/ Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/ Kepala BRIN), Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, mengungkapkan, Indonesia memiliki lebih dari 90.000 km garis pantai, yang merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada.
Selain itu, saat ini Indonesia tercatat memiliki 16 spesies seagrass, 2118 spesies reef fish, 590 spesies stony corals, 45 spesies mangrove, 782 spesies macroalgae, 850 spesies sponges, 2.500 mollusca, 1500 crustacea, 745 spesies echinoderms dan masih banyak lagi.
Menurut Bambang, Sebagai pusat biodiversitas laut, Indonesia pun menjadi wilayah yang paling terancam kelestarian biodiversitasnya akibat perubahan iklim global.
“Perubahan iklim akan menyebabkan kondisi laut mengalami peningkatan suhu dan keasaman, anomali salinitas, dan penurunan kadar oksigen yang dapat berpengaruh signifikan pada penurunan jumlah dan kualitas hayati laut, oleh karena itu upaya perlindungan harus dimulai dari sekarang,” jelas Bambang dalam International Symposium on Coastal and Marine Biodiversity (ISCOMBIO) 2020 “Present and Future of Indonesian Coastal and Marine Biodiversity as a National Treasure” yang diselenggarakan baru-baru ini, dikutip dari LIPI, Senin (5/10/2020).
Bambang menegaskan, saat ini riset sangat penting dilakukan, bukan hanya untuk kepentingan ilmiah namun juga untuk melindungi biodiversitas pesisir dan kelautan dari kepunahan.
“Kolaborasi adalah salah satu solusi yang sangat penting mengingat kurangnya ahli taksonomi kelautan di Indonesia, dan Indonesia sangat terbuka akan hal ini,” tambahnya.
Bambang juga menyampaikan, peran penting kolaborasi riset dan pemanfaatan fasilitas infrastruktur penelitian, seperti Pusat Penelitian Laut Dalam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang berada di Ambon, Maluku.
“Pemanfaatan infrastruktur riset laut dalam yang dimiliki LIPI sangat berperan penting. Saya harap, LIPI dapat terus memperluas jaringan dan kolaborasi dalam riset pengelolaan kekayaan hayati laut Indonesia,” tuturnya.
Sementara itu Kepala LIPI, Laksana Tri Handoko, menyatakan komitmen LIPI untuk terus berkontribusi dalam upaya penelitian, pelestarian dan pengelolaan ekosistem, dan keanekaragaman hayati laut dan pesisir Indonesia.
“LIPI berkomitmen untuk mendukung riset, pengembangan dan pengelolaan biodiversitas pesisir dan laut Indonesia dengan meningkatkan fasilitas dan infastruktur riset kelautan yang juga akan terus kita buka untuk dapat digunakan oleh publik,” terang Handoko.
Menurut Handoko, biodiversitas laut dan pesisir Indonesia yang begitu kaya, saat ini belum diiringi dengan eksplorasi, pengelolaan, dan pemanfaatan yang maksimal. Dalam hal ini, kolaborasi riset merupakan salah satu langkah yang sangat penting dan dibutuhkan.
Handoko mengungkapkan, masih banyak biodiversitas laut dan pesisir yang belum tereksplorasi.
“Kolaborasi para ahli baik dari nasional maupun internasional sangatlah penting untuk mendorong kajian ilmiah dan mendiskusikan persoalan kelautan, serta meningkatkan kemampuan dan pengetahuan yang diperlukan dalam pengelolaan biodiversitas laut dan pesisir,” tutup Handoko. (AT Network)
Discussion about this post