ASIATODAY.ID, JAKARTA – Sebuah Bank di Amerika Serikat (AS), Goldman Sachs, merilis analisisnya mengenai dampak perubahan iklim terhadap kota-kota di seluruh dunia. Kenaikan suhu yang terjadi diduga dapat memicu perubahan pola penyakit, gelombang panas yang lebih intens dan lebih lama, peristiwa cuaca yang lebih merusak, serta tekanan pada ketersediaan dan kualitas air untuk minum dan pertanian.
Global Markets Institute telah memperingatkan risiko signifikan terhadap kota-kota terbesar di dunia, yang sangat rentan terhadap badai yang lebih sering, suhu yang lebih tinggi, naiknya permukaan laut, dan lonjakan badai.
Menurut laporan tersebut, beberapa kota telah menghasilkan sekitar 80% dari PDB global dan merupakan rumah bagi lebih dari setengah populasi dunia saat ini. Sekitar 40% dari populasi tinggal dalam jarak 100 kilometer dari pantai, dan 1 dari 10 orang tinggal di daerah kurang dari 10 meter di atas permukaan laut.
Goldman menyoroti tiga kota yang bisa terkena gelombang badai dan bisa menghadapi banjir yang berbahaya, yakni New York, Tokyo, dan Lagos.
Melansir Business Insider, Senin (30/9/2019), Goldman Sachs mengatakan, ekosistem alami akan rusak, kesehatan manusia akan terancam, dan sistem makanan dan air minum akan ditekan. Misalnya, pertanian akan sangat terpengaruh, karena suhu yang lebih hangat dan pola curah hujan yang berubah dapat mengurangi hasil dan kualitas nutrisi serta mengubah musim tanam dan zona pertanian di seluruh dunia.
Goldman memberikan peringatan yang cukup gamblang tentang kemungkinan yang dapat terjadi, seperti gelombang panas yang lebih sering, lebih intens, dan tahan lama yang memengaruhi kesehatan manusia, produktivitas, aktivitas ekonomi, dan pertanian. Suhu permukaan yang lebih tinggi dapat memperburuk proses pemanasan dengan menyebabkan permafrost mencair, melepaskan metana dan CO2 lebih lanjut ke atmosfer.
Tak hanya tiga kota tersebut, pesisir dataran rendah utama lainnya atau kota-kota yang sudah rawan banjir termasuk Shanghai, Dhaka, Mumbai dan Karachi-masing-masing memiliki populasi 15 juta orang atau lebih juga termasuk ke dalamnya.
Pergeseran pola pertanian dan kekurangan pangan dikhawatirkan bisa terjadi. Ternak bisa dipengaruhi oleh suhu yang lebih tinggi dan berkurangnya pasokan air. Bahkan, setengah dari populasi dunia diperkirakan akan hidup di daerah yang tertekan air segera setelah 2025.
Hal itu akan mempengaruhi kegiatan ekonomi, merusak infrastruktur dari bangunan hingga transportasi ke sistem pengelolaan air dan limbah, dan secara tidak proporsional membahayakan penduduk yang rentan.
“Terlepas dari ketidakpastian mengenai waktu dan skala dampak, mungkin lebih bijaksana bagi beberapa kota untuk mulai berinvestasi dalam adaptasi sekarang,” imbuhnya.
Goldman juga menambahkan bahwa adaptasi perkotaan dapat mendorong salah satu pembangunan infrastruktur terbesar dalam sejarah. Mengingat skala tugasnya, adaptasi perkotaan mungkin perlu memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan inovatif. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post