ASIATODAY.ID, WASHINGTON – Senat Amerika Serikat (AS) dengan suara bulat menyetujui RUU yang akan memberikan sanksi kepada pejabat China yang merongrong otonomi Hong Kong, pada Kamis 25 Juni.
Hal ini dianggap sebagai tantangan terhadap Undang-Undang Keamanan Nasional yang diterapkan China di Hong Kong.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS masih perlu mengesahkan RUU tersebut. Jika disepakati, Negeri Paman Sam akan memberikan sanksi terhadap pejabat China dan polisi Hong Kong serta bank yang melakukan bisnis dengan mereka.
“China bergerak maju dalam proses mereka untuk merampas kebebasan rakyat Hong Kong. Jadi, waktu adalah intinya,” kata Senator Chris Van Hollen, melansir AFP, Jumat (26/6/2020).
“Mengesahkan resolusi Senat sebagai konsekuensi dari tindakan mereka hampir tidak akan dianggap serius di Beijing,” katanya di lantai Senat.
“Dan itulah mengapa penting untuk benar-benar melakukan sesuatu yang menunjukkan bahwa pemerintah China akan membayar harga jika terus jalan ini untuk memadamkan kebebasan orang-orang di Hong Kong,” tegas anggota Senat dari Partai Demokrat itu.
RUU itu kemungkinan akan dengan mudah disahkan di Dewan Perwakilan Rakyat yang dipimpin Demokrat. Beberapa kali pihak Demokrat berulangkali mendesak China untuk menangani masalah hak asasi.
Pemerintahan Presiden Donald Trump telah menyatakan bahwa mereka tidak lagi menganggap Hong Kong otonom berdasarkan hukum AS. Tetapi sejauh ini telah diuraikan langkah-langkah simbolis, sebagai reaksi dan belum mempertanyakan hubungan perdagangan keseluruhan dengan kota.
China berjanji untuk tetap menerapkan sistem terpisah untuk Hong Kong sebelum mengambil kembali wilayah itu dari Inggris pada 1997.
Perkuat Hong Kong
Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian dalam konferensi virtual dari Jakarta pada Rabu 24 Juni 2020, menjelaskan bahwa pemerintah pusat China mendorong legislasi keamanan nasional Hong Kong SAR dengan tujuan untuk mencegah, menghentikan dan menghukum perilaku memecah belah negara, terorisme, serta campur tangan kekuatan asing dalam urusan internal Hong Kong.
“UU Keamanan Nasional juga bertujuan untuk membela kedaulatan nasional, kepentingan keamanan dan pembangunan, menjaga kemakmuran dan stabilitas jangka panjang Hong Kong serta menjamin prinsip ‘Satu Negara, Dua Sistem,'” jelasnya.
Dubes Xiao juga menekankan bahwa masyarakat Hong Kong akan tetap menjaga otonomi tinggi mereka dalam pengelolaan kota.
Menurut Dubes Xiao, UU Keamanan Nasional justru akan semakin memperkuat pondasi kemakmuran Hong Kong.
“Hak-hak dan kebebasan sah yang dinikmati oleh penduduk Hong Kong SAR akan mendapat perjaminan lebih baik,” ungkapnya.
Dubes Xiao juga mengatakan bahwa UU keamanan nasional dapat lebih melindungi warga asing di Hong Kong, termasuk yang berasal dari Indonesia.
Saat ini, China mencatat ada lebih dari 100 ribu WNI yang tinggal dan bekerja di Hong Kong.
“Kami percaya masa depan Hong Kong akan menjadi lebih cerah,” terang Dubes Xiao.
Salah satu yang dikhawatirkan warga Hong Kong dari UU Keamanan Nasional adalah wewenang memilih hakim secara unilateral dalam kasus-kasus tertentu.
Pemimpin Hong Kong Carrie Lam mencoba meredam kekhawatiran tersebut, dan mengatakan pemilihan hakim masih tetap akan dilakukan pengadilan Hong Kong, bukan China.
“Saat suatu hari ada kasus keamanan nasional, tanggung jawab penugasan hakim untuk kasus tersebut masih ditangani pengadilan Hong Kong,” sebut Lam.
“Eksekutif tidak akan bertanggung jawab untuk (kasus) itu,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post