ASIATODAY.ID, NEW YORK – Situasi di Myanmar kian hari makin mengkhawatirkan dan krisis politik tidak juga berakhir. Upaya rekonsiliasi berada di jalan buntu sementara konflik berdarah kian membayangi negeri itu.
Demikian diungkapkan utusan khusus Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk Myanmar Christine Schraner Burgener pada sidang Dewan Keamanan PBB pada Rabu (31/3/2021).
Ia menuturkan bahwa “pertumpahan darah akan segera terjadi” di negara Asia Tenggara itu karena agresi militer terhadap penumpasan demonstran protes anti-kudeta meningkat.
Schraner Burgener dalam rapat tertutup dewan yang beranggotakan 15 orang itu, mengatakan bahwa militer yang merebut kekuasaan di Myanmar pada 1 Februari tidak mampu mengelola negara itu, dan memperingatkan situasi di lapangan hanya akan memburuk, menurut komentar yang diterbitkan oleh UN News .
“Pertimbangkan semua alat yang tersedia untuk mengambil tindakan kolektif dan melakukan apa yang benar, apa yang layak diterima rakyat Myanmar dan mencegah bencana multidimensi di jantung Asia itu,” katanya.
Dewan harus mempertimbangkan “tindakan yang berpotensi signifikan” untuk membalik jalannya peristiwa karena “pertumpahan darah sudah dekat,” kata Schraner Burgener, menurut layanan berita itu.
Hingga kini, sedikitnya 521 warga sipil telah tewas dalam protes terhadap kudeta tersebut, 141 di antara mereka tewas pada Sabtu, hari paling berdarah dari kerusuhan, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.
Pertempuran juga terjadi antara tentara dan pemberontak etnis minoritas di daerah perbatasan. Pengungsi yang melarikan diri dari kekacauan mencari keamanan di negara tetangga. (ATN)
Discussion about this post