ASIATODAY.ID, JAKARTA – Inggris tak bisa menghindari gelombang resesi ekonomi sebagai imbas dari pandemi coronavirus (Covid-19). Resesi terjadi setelah Kantor Statistik Nasional Inggris melaporkan ekonomi Inggris minus 20,4 persen pada kuartal II tahun ini.
Kontraksi ekonomi tersebut merupakan lanjutan, sebab ekonomi Inggris tercatat minus 2,2 persen pada kuartal I 2020 lalu.
Kantor Statistik Nasional menyatakan ekonomi Inggris pada kuartal II mendapatkan tekanan dari kebijakan penguncian wilayah atau lockdown yang diterapkan negara tersebut demi mempersempit penyebaran virus corona.
Kebijakan tersebut telah melumpuhkan kegiatan ekonomi sehingga pertumbuhannya mengalami tekanan hebat.
“Jelas bahwa Inggris berada dalam rekor resesi terbesar,” kata Kantor Statistik Nasional Inggris dikutip dari AFP, Kamis (13/8/2020).
Resesi ekonomi tak hanya melanda Inggris, namun sejumlah negara sudah terlebih dahulu terperosok ke dalam resesi ekonomi.
Salah satunya Amerika Serikat. Negeri Paman Sam pada akhir Juli lalu resmi masuk ke dalam jurang resesi setelah ekonomi negeri tersebut minus 5 persen pada kuartal I 2020 dan minus 32,9 persen pada kuartal II 2020.
Resesi juga menimpa Jerman setelah pertumbuhan ekonomi mereka minus 10,1 persen pada kuartal II 2020 dan minus 2,2 persen pada kuartal I 2020.
Kontraksi ekonomi Jerman juga menjadi terbesar dan lebih parah dari krisis keuangan 2008-2009.
Tak hanya Jerman, Korea Selatan juga mengalami pertumbuhan ekonomi negatif dua kuartal berturut-turut pada tahun ini. Ekonomi negeri itu tumbuh minus 1,3 persen pada kuartal I 2020 dan minus 3,3 persen pada kuartal II 2020.
Singapura juga berada di jurang resesi pada kuartal II 2020. Ekonomi Negeri Singa turun 12 persen pada kuartal II 2020 setelah tumbuh minus 0,7 persen pada kuartal I 2020. (ATN)
Discussion about this post