ASIATODAY.ID, JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan modal asing yang keluar (capital outflow) dari pasar keuangan domestik dari awal tahun mencapai Rp125,2 triliun. Hal ini terjadi sebagai imbas dari pandemi global wabah coronavirus (Covid-19).
“Tahun ini, total aliran modal asing yang keluar baik dari SBI (Sertifikat Bank Indonesia), SBN (Surat Berharga Negara), obligasi korporasi, saham, mencapai Rp125,2 triliun,” jelas Perry dalam telekonferensi di Jakarta, Selasa (24/3/2020).
Mayoritas modal asing yang kabur terjadi pada instrumen portofolio SBN sebanyak Rp112 triliun. Kemudian saham, investor asing telah menjualnya sebesar Rp9,2 triliun.
“Modal asing yang kabur sejak awal tahun hampir sebagian besar terjadi di Maret yang totalnya Rp104,7 triliun dari Rp125,2 triliun,” jelasnya.
Menurutnya, modal asing yang keluar dari pasar keuangan dalam negeri terjadi lantaran para investor merasa panik terhadap situasi global. Pasalnya, dinamika penyebaran virus corona atau covid-19 berdampak pada melemahnya perekonomian di seluruh negara.
“Kepanikan di dunia global masih tinggi, kami akan pantau terus. Di Amerika Serikat, Eropa, juga masih terjadi kepanikan global,” imbuh Perry.
Meski demikian, Perry memastikan Bank Indonesia akan terus berada di pasar untuk memantau stabilitas nilai tukar.
Di tengah merebaknya virus corona, bank sentral meningkatkan intensitas triple intervention, baik di transaksi domestic non deliverable forward (DNDF), spot, maupun pembelian SBN di pasar sekunder.
Perry menjelaskan, Bank Indonesia telah menggelontorkan likuiditas untuk menginjeksi pasar keuangan dan perbankan hampir Rp300 triliun. Langkah ini dilakukan untuk menjaga stabilisasi nilai tukar rupiah.
Suntikan likuiditas tersebut dilakukan melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder sebanyak Rp168 triliun. Kemudian menginjeksi transaksi repo surat berharga perbankan sekitar Rp55 triliun.
“Kemudian dari penurunan GWM (Giro Wajib Minimum) awal tahun maupun yang akan berlaku di April ini kurang lebih sekitar Rp75 triliun,” ujar Perry.
Kendati demikian, Perry memastikan cadangan devisa yang dimiliki Bank Indonesia lebih dari cukup untuk melakukan stabilisasi nilai tukar.
Ke depannya, bank sentral akan terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk memastikan kecukupan pasokan cadangan devisa demi stabilisasi rupiah.
“Kami terus berkoordinasi dengan pemerintah bagaimana kemudian ke depan menjaga kecukupan cadangan devisa dalam rangka menstabilkan nilai tukar rupiah. Apalagi dengan kepanikan di dunia global yang masih tinggi, kami akan pantau terus,” jelasnya.
Adapun posisi cadangan devisa pada akhir Februari 2020 tetap tinggi sebesar USD130,4 miliar atau setara dengan pembiayaan 7,7 bulan impor atau 7,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor. (ATN)
,’;\;\’\’
Discussion about this post