ASIATODAY.ID, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Republik Indonesia mencatat utang pemerintah pada akhir Mei 2020 membengkak hingga Rp5.264,07 triliun.
Posisi utang mengalami kenaikan sebesar Rp5,5 triliun dibandingkan dengan posisi pada akhir Mei 2020 sebesar Rp5.258,57 triliun.
Dalam keterangan tertulis Kemenkeu melalui data APBN KiTa, Rabu (22/7/2020), rasio utang pemerintah meningkat jadi 32,67 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Rasio utang pemerintah masih jauh dari batas aman yang diperbolehkan dalam Undang-Undang (UU) Keuangan Negara, yaitu maksimal 60 persen dari PDB.
Secara nominal, posisi utang pemerintah mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kebutuhan pembiayaan untuk menangani masalah kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional akibat covid-19.
Utang pemerintah terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp4.472,22 triliun atau 83,9 persen dari total utang. Selain itu ada pinjaman sebesar Rp791,85 triliun atau 16,1 persen dari keseluruhan utang pemerintah sampai dengan akhir Juni 2020.
Pinjaman pemerintah terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp9,8 triliun. Sementara itu pinjaman luar negeri tercatat sebesar Rp782,04 triliun yang terdiri dari pinjaman bilateral sebesar Rp305,26 triliun, multilateral Rp434,35 triliun, serta commercial bank Rp42,44 triliun.
Untuk SBN terdiri dari dominasi valuta asing Rp1.192,21 triliun yang terdiri Surat Utang Negara (SUN) Rp939,06 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp253,15 triliun. Untuk dominasi rupiah sebesar Rp3.280,02 triliun triliun terdiri SUN Rp2.665,48 triliun dan SBSN Rp614,54 triliun. (ATN)
Discussion about this post