ASIATODAY.ID, JAKARTA – Agresi militer Israel yang menggempur jalur Gaza memantik aksi solidaritas di seluruh dunia, termasuk di Asia Tenggara.
Dari Indonesia, Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Anwar Abbas mengajak masyarakat untuk melakukan boikot total terhadap produk-produk yang terafiliasi dengan Israel.
Seruan itu diungkapkan menyusul peningkatan eskalasi konflik antara Israel dengan Palestina yang sampai dengan Jumat (14/5/2021) telah menewaskan ratusan warga Palestina.
“Kami menyerukan boikot semua bentuk transaksi dan perdagangan dengan negara penjajah dan teroris tersebut agar pemerintah Israel sadar dan menghormati hak orang lain, terutama hak dari rakyat dan bangsa Palestina,” kata Anwar dilansir dari laman resmi Muhammadiyah, Jumat (14/5/2021).
Menurut Anwar, dunia Islam sepatutnya menyatukan suara untuk melawan cara Israel yang justru merupakan akar lahirnya rantai panjang kekerasan dan dunia yang tidak damai.
“Cara-cara seperti inilah yang mengundang lahirnya tindakan radikalisme dan terorisme sebagai respon dan cara yang bisa mereka lakukan untuk membalas dendam atas kesakitan, kematian, dan ketidakadilan yang mereka terima,” ujar Anwar.
Dengan dasar tersebut, sambung dia, jika dunia ingin tetap aman dan jauh dari tindak radikalisme dan terorisme, maka harus ada upaya dari internasional dalam mengakhiri penjajahan Israel atas Palestina. Khususnya, segala bentuk kekerasan di Baitul Maqdis atau Kota Yerusalem secara keseluruhan.
“Israel, disamping sudah merampok dan merampas tanah dari rakyat Palestina, mereka juga telah mengekang kebebasan umat Islam Palestina untuk beribadah,” tegas Anwar.
Dari Malaysia, Majelis Musyawarah Ormas Islam Malaysia (MAPIM) melakukan penggalangan dana bagi para pejuang Masjid al Aqsa untuk kebutuhan pangan, obat-obatan, dan keamanan.
“Dari Kuala Lumpur ke Istanbul, dari Senegal ke Kairo Muslim harus bangkit untuk mempertahankan Masjid al-Aqsa,” ujar MAPIM dalam pernyataannya.
Mereka menargetkan pengumpulan donasi sebesar USD25 ribu dolar atau sekitar Rp 355 juta dalam empat pekan untuk segera dikirim ke Masjid al Aqsa.
Sementara itu, Majelis Ulama Islam Singapura (MUIS) juga mengutuk segala bentuk kekerasan terhadap jamaah tidak bersenjata dari agama apapun dan segala penodaan terhadap tempat ibadah.
MUIS sangat prihatin dan sedih dengan kekerasan yang terjadi terhadap para jemaah di Masjid Al-Aqsa, Yerusalem.
“Kami berdoa rahmat dan keselamatan Allah bagi mereka yang tidak bersalah dan berharap adanya ketenangan dan de-eskalasi situasi yang cepat,” kata MUIS dalam keterangannya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini mendesak PBB melakukan langkah cepat dan upaya strategis agar Palestina kembali damai, berdaulat sebagai sebuah negara yang diakui seluruh bangsa di dunia.
“PBNU mengutuk penyerangan pasukan Israel terhadap warga Palestina yang sedang beribadah. Terlebih, peristiwa itu terjadi pada Ramadan, bulan yang suci bagi umat Islam,” kata Helmy dalam pernyataannya.
Pemicu Konflik Pecah
Suasana di Palestina kian memanas. Korban berjatukan di Jalur Gaza. Pemicunya adalah serangan Israel terhadap warga sipil Palestina di Masjid Al-Aqsa, Yerusalem, beberapa hari belakangan.
Seperti dilaporkan Reuters, ledakan mengguncang banyak gedung di seluruh Gaza pada Selasa (11/5/2021) dan Senin (10/5/21). Akibat serangan ini, 26 warga Palestina tewas, ratusan orang terluka dalam serangan udara.
Konflik itu berawal saat para warga Palestina memprotes rencana Israel untuk menggusur mereka dari kawasan Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur dalam rangka perluasan permukiman Yahudi.
Aksi protes berlanjut usai shalat Jumat pada 7 Mei lalu di Masjid Al-Aqsa, sebuah situs yang paling sensitif dalam konflik Israel-Palestina. Ini merupakan Jumat terakhir di bulan suci Ramadan tahun ini.
Setelah shalat, banyak yang memilih tidak langsung pulang untuk ikut aksi protes menentang pengusiran warga Palestina di wilayah yang diklaim pemukim Yahudi.
Setelah berbuka puasa, pecah bentrokan di Al-Aqsa dan di dekat Sheikh Jarrah, yang terletak tak jauh dari Gerbang Damaskus yang terkenal di kawasan Kota Tua Yerusalem.
Pasukan Israel menggunakan meriam air dari kendaraan lapis baja untuk membubarkan ratusan pemrotes yang berkumpul di dekat rumah-rumah keluarga yang terancam diusir. Para pemrotes juga berasal dari kawasan lain.
“Bila tidak mendukung kelompok warga di sini, (pengusiran) akan terjadi di rumah saya, rumah dia, rumah mereka, dan semua warga Palestina yang tinggal di sini,” kata pemrotes bernama Bashar Mahmoud, pemuda 23 tahun yang tinggal di kawasan Issawiya di wilayah Palestina.
Pengurus masjid Al-Aqsa berupaya menenangkan situasi lewat pengeras suara. Namun, bentrokan berdarah tak terelakkan. Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan lebih dari 300 warga Palestina terluka dalam bentrokan dengan polisi Israel.
Bentrokan usai, suasana masih mencekam, Hamas, kelompok Islam yang menguasai Gaza, menetapkan tenggat waktu malam bagi Israel untuk mengeluarkan polisi dari Al-Aqsa dan Sheikh Jarrah pada 10 Mei 2021. Ketika batas waktu kedaluwarsa, suara tembakan roket tak terelakkan.
Israel memandang seluruh wilayah Yerusalem sebagai ibu kotanya, termasuk bagian timur yang dianeksasi setelah perang 1967. Meski begitu, tindakannya ini belum mendapatkan pengakuan internasional. Sementara itu Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara.
Israel Berambisi Kuasai Sheikh Jarrah
Sengketa tanah di Sheikh Jarrah menjadi pemicu bentrokan antara Israel dan Palestina. Padahal menurut Mahkamah Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa, kawasan Sheikh Jarrah tetap menjadi bagian dari Palestina dan mendesak Israel untuk membatalkan pengusiran warga Palestina dari wilayah tersebut.
Israel tetap kukuh ingin mengklaim Sheikh Jarrah, sebab menurut mereka, di lokasi terdapat makam Imam Besar Yahudi. Atas apa yang dilakukannya, PBB bahkan mengatakan bahwa Israel telah melakukan kejahatan perang. (ATN)
Discussion about this post