ASIATODAY.ID, KOLOMBO – Sejumlah anggota kabinet Sri Lanka telah mengundurkan diri dari jabatan mereka akibat krisis yang semakin memburuk di negara itu.
Tindakan para menteri ini hanya beberapa hari setelah Presiden Gotabaya Rajapaksa menetapkan status darurat di negara itu.
Status darurat ditetapkan pada Jumat menyusul rentetan protes yang diwarnai kekerasan terhadap cara pemerintah menangani krisis ekonomi yang semakin parah.
“Kami serahkan surat pengunduran diri kami kepada perdana menteri,” kata Menteri Pendidikan Dinesh Gunawerdana kepada media Minggu (3/4/2022) malam.
“Presiden dan perdana menteri akan membahas dan mengambil keputusan yang sesuai.”
Belum jelas apakah semua anggota kabinet atau hanya sebagian menteri yang ikut mengundurkan diri.
Di antara mereka yang mundur adalah Menteri Pemuda dan Olahraga Namal Rajapaksa, keponakan Gotabaya dan putra Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa.
Dia mengatakan di Twitter pada Senin dirinya telah meletakkan jabatan secara langsung dengan harapan akan membantu “membangun stabilitas bagi rakyat dan pemerintah”.
Jam Malam dan Blokir Medsos
Tentara Sri Lanka dengan senapan serbu dibantu polisi berjaga di Ibu Kota Kolombo pada Minggu (3/4/2022) saat pemerintah memblokir platform media sosial (medsos) setelah memberlakukan jam malam untuk meredam kerusuhan publik yang dipicu oleh krisis ekonomi negara itu.
Pembatasan terbaru datang setelah pemerintah pada hari Sabtu (2/4/2022) menerapkan jam malam di seluruh negeri ketika protes atas penanganan pemerintah terhadap krisis ekonomi berubah menjadi kekerasan. Jam malam akan berlangsung hingga pukul 6 pagi pada hari Senin (4/4/2022).
“Pemblokiran media sosial bersifat sementara dan diberlakukan karena instruksi khusus yang diberikan oleh Kementerian Pertahanan. Itu diberlakukan untuk kepentingan negara dan masyarakat agar tetap tenang,” kata Ketua Komisi Regulasi Telekomunikasi Jayantha de Silva kepada Reuters.
Organisasi pemantau internet NetBlocks mengatakan, data jaringan waktu nyata menunjukkan bahwa Sri Lanka telah memberlakukan pemadaman media sosial nasional, membatasi akses ke platform termasuk Twitter, Facebook, WhatsApp, YouTube dan Instagram karena keadaan darurat diumumkan di tengah protes yang meluas.
Namun Menteri Pemuda dan Olahraga negara itu Namal Rajapaksa yang juga keponakan Presiden Gotabaya Rajapaksa mengatakan dalam sebuah tweet bahwa dia “tidak akan pernah memaafkan pemblokiran media sosial”.
“Ketersediaan VPN, seperti yang saya gunakan sekarang, membuat larangan seperti itu sama sekali tidak berguna. Saya mendesak pihak berwenang untuk berpikir lebih progresif dan mempertimbangkan kembali keputusan ini.”
Presiden Rajapaksa mengumumkan keadaan darurat pada hari Jumat, meningkatkan kekhawatiran akan tindakan keras terhadap protes ketika negara itu bergulat dengan kenaikan harga, kekurangan kebutuhan pokok dan pemadaman listrik yang bergilir.
Kondisi darurat di masa lalu telah memungkinkan militer untuk menangkap dan menahan tersangka tanpa surat perintah, tetapi ketentuan kekuasaan saat ini belum jelas.
Ini juga menandai perubahan tajam dalam dukungan politik untuk Presiden Rajapaksa, yang berkuasa pada 2019 dengan menjanjikan stabilitas.
Puluhan pemimpin oposisi di barikade polisi dalam perjalanan ke Lapangan Kemerdekaan, Sabtu. Pihak oposisi dan anggota parlemen berteriak “Gota (Gotabaya) Pulang”.
“Ini tidak bisa diterima,” kata pemimpin oposisi Eran Wickramaratne sambil bersandar di barikade. “Ini adalah demokrasi.”
Nihal Thalduwa, seorang inspektur senior polisi, mengatakan 664 orang yang melanggar aturan jam malam ditangkap oleh polisi di Provinsi Barat, divisi administratif terpadat di negara itu yang mencakup Kolombo.
Para kritikus mengatakan, akar dari krisis, yang terburuk dalam beberapa dekade, terletak pada salah urus ekonomi oleh pemerintah yang menciptakan dan mempertahankan defisit kembar, kekurangan anggaran di samping defisit transaksi berjalan.
Kondisi krisis saat ini dipercepat oleh kebijakan pemotongan pajak yang dijanjikan oleh Rajapaksa selama kampanye pemilihan 2019 yang diberlakukan beberapa bulan sebelum pandemi Covid-19, yang pada akhirnya menghapus sebagian pemasukan ekonomi Sri Lanka.
Sementara itu, di halte bus Pettah di Kolombo, Issuru Saparamadu, seorang pelukis mengatakan, bahwa dia putus asa mencari cara untuk pulang ke Chilaw, sekitar 70 km jauhnya.
Dengan transportasi umum yang terhenti sejak jam malam, Saparamadu mengatakan dia menghabiskan malam dengan tidur di jalan setelah bekerja sepanjang minggu di Kolombo.
“Sekarang saya tidak bisa kembali. Saya terjebak,” katanya.
“Saya sangat frustrasi.”
Para diplomat Barat dan Asia yang berbasis di Sri Lanka mengatakan mereka sedang memantau situasi dan mengharapkan pemerintah mengizinkan warga untuk mengadakan demonstrasi damai. (CNA/Reuters)
Discussion about this post