ASIATODAY.ID, BANGKOK – Thailand jembali bergolak. Aktivis pemuda di negeri itu memprotes undang-undang yang melarang penghinaan terhadap raja Thailand yang berkuasa pada Sabtu (13/2/2021).
Mereka terlibat bentrok dengan polisi setelah menutup Monumen Demokrasi Bangkok dengan kain berwarna merah. Para pengunjuk rasa sempat melemparkan cat ke arah polisi karena diminta bubar.
Aktivis mengatakan kain merah di monumen itu mewakili darah pejuang demokrasi.
Dikutip dari AFP, wakil juru bicara polisi Kissana Pattanacharoen mengatakan lebih dari 20 petugas polisi terluka dalam bentrokan itu dan tujuh atau delapan orang ditahan untuk diinterogasi. Dia juga mengatakan setidaknya satu petasan meledak di tempat kejadian.
Demonstrasi terjadi sebagai reaksi atas penangkapan empat tokoh protes terkemuka minggu ini dengan tuduhan menghina kerajaan dalam demonstrasi massa anti-pemerintah tahun lalu.
Undang-undang “lese majeste”, yang dimuat dalam Pasal 112 KUHP Thailand, menjatuhkan hukuman hingga 15 tahun penjara.
Aktivis mahasiswa mengatakan undang-undang tersebut telah disalahgunakan selama beberapa dekade untuk menghancurkan oposisi politik terhadap pembentukan militer-royalis.
Pemerintah yang dipimpin oleh mantan kepala junta militer Prayuth Chan-ocha menyangkal adanya penyalahgunaan hukum. Ia mengatakan oposisi politik diperbolehkan tetapi melanggar hukum jika menghina raja.
Thailand secara resmi berada dalam sistem monarki konstitusional, tetapi raja dijunjung tinggi oleh budaya konservatif Thailand yang menggambarkannya sebagai pelindung agama dan bangsa Buddha.
Gerakan mahasiswa yang muncul sejak tahun lalu secara terbuka menentang Raja Maha Vajiralongkorn. Pendemo menyebut Raja telah melakukan tindakan untuk kepentingan pribadi sejak naik takhta.
Istana Kerajaan menolak untuk secara langsung mengomentari protes tersebut, tetapiPrayuth dan pejabat pemerintah mengatakan bahwa kritik terhadap raja itu melanggar hukum dan tidak pantas. (ATN)
Discussion about this post