ASIATODAY.ID, NAYPYIDAW – Umat Muslim di Myanmar meminta pemerintah setempat agar mengizinkan lebih dari 100 masjid di seluruh negeri itu dibuka kembali secepat mungkin.
Demikian diungkapkan pemimpin Muslim, U Maung Maung Myint, yang bertanggung jawab atas sebuah komite untuk membuka kembali masjid yang hancur atau ditutup.
Maung Myint berharap pemerintah akan terbuka untuk mengabulkan permintaan itu.
“Kami telah berupaya untuk membuka kembali masjid-masjid di masa lalu tetapi tidak berhasil,” ujarnya, dilansir dari Myanmar Times, Kamis (26/9/2019).
Komite U Maung Maung Myint mencatat, lebih dari 100 masjid yang ditutup atau dirusak oleh kekerasan komunal pada 2012. Mereka akan meminta bantuan untuk masalah ini dengan Kantor Presiden, Kantor Penasihat Negara, Kementerian Agama dan Kebudayaan, dan Kementerian Dalam Negeri pada akhir Oktober.
Berdasarkan data Islamic Council, Myanmar memiliki sekitar 1.000 masjid yang berdiri di negara itu. Namun ini tidak termasuk masjid di Negara Bagian Rakhine.
Di samping itu, terdapat lebih dari 700 ribu Rohingya terpaksa melarikan diri dari Rakhine utara di Myanmar barat, usai tindakan keras militer pada 2017. PBB menyatakan serangan itu termasuk pembunuhan massal, dan pemerkosaan geng dengan niat genosida.
Pengungsi berlindung di kamp Cox’s Bazar Bangladesh, disebutkan jumlah pengungsi Rohingya di sana berada di atas 1,2 juta orang. Banyak yang masih mengkhawatirkan keselamatan pengungsi jika mereka kembali ke Myanmar, di mana minoritas Muslim telah menghadapi penindasan selama beberapa dekade.
Dengan berkembangnya waktu, populasi Muslim Myanmar terus mengalami pertumbuhan, dan beberapa daerah perumahan telah digunakan sebagai tempat ibadah sementara. Menurut sensus 2014, ada lebih dari dua juta Muslim di negara ini.
U Maung Maung Myint mengatakan, masjid-masjid yang ditutup sebagian besar berada di negara bagian dan wilayah Mandalay, Bago, Kayin dan Ayeyarwady.
“Pembukaan kembali masjid tergantung pada pemerintah, bukan pada Panglima Tertinggi,” kata Ketua Pelaksana Islamic Centre Myanmar, dan Pendiri Nyein Chan Metta Foundation, Haji U Aye Lwin.
Ia mengatakan, beberapa kelompok nasionalis mungkin menentang pembukaan kembali masjid. Di samping itu, seorang Muslim di Yangon, Poe Hlaing mengungkapkan, kunjungan baru-baru ini oleh Jenderal Senior Min Aung Hlaing ke tempat-tempat ibadah selain dari Buddha merupakan tanda untuk meredakan ketegangan masyarakat.
Seruan Hentikan Krisis
Indonesia secara aktif menyerukan agar krisis di Rakhine State dihentikan.
Situasi kemanusiaan di Rakhine State mengharuskan masyarakat internasional mengambil langkah darurat untuk menyelesaikannya. Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno Marsudi mengawali pandangannya saat hadir pada pertemuan membahas situasi terkini di Rakhine State di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB ke-74 di New York, Selasa (24/9/2019).
Menlu Retno mengungkapkan, situasi kemanusiaan semakin memprihatinkan di Rakhine State khususnya pasca gagalnya upaya repatriasi para pengungsi dari perbatasan Agustus lalu dan semakin besarnya rasa ketidakpercayaan semua elemen dalam penyelesaian krisis ini.
“Kompleksitas isu di Rakhine State, Myanmar tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak menemukan solusi penyelesaian krisis kemanusiaan ini,” kata Retno, yang sejak krisis ini berl;angsung sudah 2 kali mengunjungi para pengungsi secara langsung di Cox Bazar.
Masih menurut Retno, isu utama yang paling mengganjal penyelesaian krisis kemanusiaan di Rakhine State adalah adanya distrust di semua tingkatan hingga ke lapisan masyarakat di pengungsiaan dan masyarakat internasional. Hal penting yang harus segera diciptakan adalah situasi yang kondusif agar terbangun kembali rasa saling percaya antara semua elemen yang terlibat.
“Ini yang sejak awal Indonesia dan ASEAN lakukan untuk menyelesaikan situasi kemanusiaan di Rakhine State” ujar Menlu dikutip dari siaran pers Kemlu, Rabu (25/9/2019).
Dalam pertemuan tersebut, Menlu Retno menyampaikan 2 usulan konkrit yang dapat mendorong penyelesaian krisis kemanusian yaitu:
Pertama, mengatasi kebutuhan para pengungsi yang bersifat darurat. Bagi Indonesia, bantuan kemanusiaan harus terus diberikan kepada pengungsi. Rasa aman harus segera dijamin sehingga proses repatriasi pengungsi yang aman, sukarela dan bermartabat segera dapat dilakukan.
Kedua, membantu menciptakan perdamaian yang berkesinambungan melalui pembangunan ekonomi dan pemberdayaan bagi masyarakat Rakhine State.
Fasilitas Pendidikan dan kesehatan harus diberikan. Roda perekonomian harus segera dapat digerakkan. Hal lain yang cukup penting adalah masyarakat yang toleran dan majumuk harus terus ditumbuhkembangkan.
“Indonesia telah membangun sekolah dan rumah sakit serta pasar rakyat untuk menggerakan sektor ekonomi dan mencukupi kebutuhan kesehatan dan Pendidikan masyarakat di Rakhine State” pungkas Retno.
Selain itu Menlu RI juga menyampaikan, baru 2 minggu lalu, Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan kegiatan interfaith dialogue bagi masyarakat di Rakhine State agar tercipta masyarakat yang toleran dan majemuk.
Menlu RI juga menyampaikan bahwa selama ini ASEAN terus berkolaborasi untuk mendorong proses repatriasi para pengungsi melalui peningkatan kapasitas pusat transit dan penerimaan pengungsi, diseminasi informasi bagi pengungsi dan dukungan kebutuhan dasar pengungsi. Ketiga hal ini harus dilakukan secara komprehensif agar proses repatriasi dapat segera dilakukan.
“Masyarakat internasional harus segera dapat mengakhiri krisis kemanusiaan ini dan Indonesia siap berkontribusi” tutup Retno. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post