ASIATODAY.ID, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Republik Indonesia mencatat, posisi utang pemerintah berada di angka Rp6.233,13 triliun hingga akhir Januari 2021.
Posisi utang ini setara dengan 40,28 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Dikutip dari Buku APBN Kita edisi Februari 2021, utang pemerintah ini masih didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 86,37 persen dan pinjaman sebesar 13,63 persen.
Secara rinci, utang dari SBN tercatat Rp5.383,55 triliun yang terdiri dari SBN domestik Rp4.133,38 triliun dan valas Rp1.250,17 triliun.
Sedangkan utang melalui pinjaman tercatat Rp849,59 triliun. Pinjaman ini terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp12,53 triliun dan pinjaman luar negeri Rp849,59 triliun.
Adapun utang dari pinjaman luar negeri ini terdiri dari pinjaman bilateral Rp329,64 triliun, pinjaman multilateral Rp462,87 triliun dan pinjaman dari commercial banks Rp44,54 triliun.
Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) mengingatkan pemerintah harus waspada dengan kenaikan utang luar negeri Indonesia (ULN). Selain itu, pemerintah juga harus bisa menjaga rasio utang tetap terkendali.
“Kita harus mengelola ULN secar sehat dan utang dijaga kelola ULN secara sehat utang dijaga rasio level yang harus prudent,” ujar Direktur LPPI Mirza Adityasawara, Kamis (25/2/2021).
Menurut ekonom senior ini, jika pemerintah, BUMN dan swasta menerbitkan global bond di berbagai negara seperti Singapura, London, Hong Kong, Jepang dan kemudian dibeli oleh investor asing maka datanya akan tercatat dalam sisi neraca utang luar negeri.
“Peningkatan ULN juga harus diimbangi dengan kemampuan membayar atau sisi debt service ratio yakni terkait peningkatan kinerja eskpor dan komponen penambah devisa lainnya. Oleh karena itu, kita meminta pemerintah agar menggenjot kinerja ekspor untuk pemenuhan pembiayaan. (ATN)
Discussion about this post