ASIATODAY.ID, BOGOR – Ditengah merebaknya wabah virus corona dari China, Indonesia diingatkan untuk tetap fokus menjaga stabilitas ekonomi. Pasalnya, wabah tersebut berpotensi menggerus pertumbuhan ekonomi Indonesia dibawah 5 persen.
Managing Director of Development Policy and Partnership World Bank, Mari Elka Pangestu mengungkapkan hal itu
usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/2/2020).
Menurut Mari, setiap perlambatan ekonomi China sebesar 100 basis poin (bps), Indonesia akan terdampak sebesar 30 bps.
Bila merujuk pada proyeksi dari sejumlah ekonom dunia kata Mari, virus corona akan membuat pertumbuhan ekonomi China melambat 100 bps hingga 300 bps.
“Sebenarnya di bawah atau di atas 5 persen bedanya tidak besar, yang penting kita harus bisa mempertahankan stabilitas diangka 5 persen, itu sudah sangat baik saat dunia seperti ini,” jelas Mari.
Mari menyebutkan, sektor yang sudah pasti terkena dampak wabah corona adalah sektor pariwisata.
Berdasarkan data Kementerian Pariwisata, jumlah kunjungan turis China pada tahun lalu mencapai 2 juta orang dengan pemasukan devisa USD2,8 miliar.
Adanya penutupan penerbangan langsung dari dan ke China sejak 5 Februari 2020 hingga waktu yang belum ditentukan, menurut Mari akan mengoreksi devisa sektor pariwisata.
Selain itu, geliat usaha di dalam negeri juga akan terganggu, utamanya yang berkaitan dengan ekspor dan impor. Karena eksportir dan importir berhadapan langsung dengan menurunnya produktivitas China di tengah wabah virus corona.
Mari memandang, Pemerintah Indonesia harus mendorong pertumbuhan dari dalam negeri sendiri. Strategi utama harus difokuskan pada penguatan daya beli masyarakat.
“Indonesia memiliki satu keuntungan karena memilki pasar domestik yang terbilang besar,” imbuhnya.
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Arif Budimanta sebelumnya mengatakan, virus corona menjadi satu faktor eksternal yang akan menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Arif menjelaskan bahwa kontribusi China terhadap neraca perdagangan Indonesia sebesar 17 persen.
“Jadi kalau China bergejolak dari sisi demand maka sudah pasti akan berpengaruh terhadap ekspor Indonesia,” jelasnya.
Terkait hal tersebut kata Arief, Presiden Joko Widodo telah mengarahkan ekspor Indonesia ke pasar non tradisional.
“Harapannya dapat menjaga nilai ekspor apabila negara tujuan utama terganggu,” tandas Arief. (ATN)
,’;\;\’\’
Discussion about this post