ASIATODAY.ID, JAKARTA – Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa polusi udara menjadi ancaman nyata bagi kondisi iklim dan juga kesehatan masyarakat yang dapat mengakibatkan berbagai penyakit.
WHO memperkirakan sebanyak 7 juta orang meninggal setiap tahun karena penyakit yang disebabkan oleh polusi udara.
Hingga 2021, data WHO menunjukkan belum ada satu negara yang berhasil memenuhi standar kualitas udara WHO. Bahkan hampir seluruh populasi global menghirup udara yang melebihi standar aman WHO akibat polusi udara, sehingga perlu keterlibatan semua pihak untuk mengurangi penyebab polusi udara.
“Oleh karena itu, diperlukan aksi strategis global termasuk perubahan perilaku masyarakat dalam menyikapi penyebab polusi udara guna melindungi kesehatan bersama,” tulis WHO dalam keterangannya, dikutip Selasa (17/5/2022).
Berdasarkan hasil survei perusahaan pemantau kualitas udara IQAir, pada 2021 menyebutkan Indonesia berada di urutan ke-17 sebagai negara dengan tingkat polusi udara tertinggi.
Dengan kata lain, Indonesia berada di urutan pertama sebagai negara dengan polusi udara yang tinggi di Asia Tenggara.
Dilansir dari situs WHO, mayoritas polusi udara bersumber dari aktivitas manusia seperti pembakaran pada aktivitas rumah tangga, limbah asap pada fasilitas industri, kebakaran hutan, dan asap kendaraan bermotor.
Menurut WHO ada sekitar 2,6 miliar orang yang terpapar polusi udara akibat aktivitas rumah tangga yang menyebabkan polusi udara saat ini.
Penggunaan cat dinding dan produk rumah tangga lainnya juga berpotensi menyebabkan polusi udara. Produk cat dinding mengandung volatile organic compounds (VOC) yang dapat membahayakan kesehatan, terutama pada anak-anak dan orang yang menderita asma atau alergi.
Selain itu, asap dari pembakaran hasil aktivitas industri menimbulkan polusi udara di luar ruang yang akan membahayakan kesehatan. Asap dari aktivitas industri yang keluar dari pabrik mengandung polutan yang ketika bercampur dengan uap air, maka akan berubah menjadi asam dan kemudian jatuh kembali ke bumi sebagai hujan asam.
Endapan kering yang terbentuk dari hujan asam dapat berdampak buruk terhadap kesehatan manusia seperti masalah pernapasan, sakit kepala, iritasi hidung dan mata.
Selain itu, air keran yang terkontaminasi asam dapat merusak otak. Tingkat asam yang intensif dapat menimbulkan masalah kesehatan pada jantung dan paru-paru seperti asma dan bronkitis, hingga kanker.
Kemudian, asap kebakaran hutan yang terhirup dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan serius pada sistem pernapasan seperti asma, bronkitis, pneumonia, serta penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Campuran gas, zat kimia, partikel debu, dan bahan-bahan lain pada asap kebakaran hutan dapat menurunkan kualitas udara di wilayah sekitar bencana.
Akibatnya, penduduk yang tinggal di wilayah tersebut lebih berisiko mengalami masalah kesehatan jangka panjang karena kualitas udara yang buruk di antaranya penyakit ginjal, diabetes, masalah kesuburan, dan peningkatan tekanan darah. Beberapa penelitian juga menemukan adanya peningkatan risiko gangguan saraf seperti penyakit Alzheimer.
Terakhir, asap kendaraan bermotor mengandung sulfur dioksida yang dapat membahayakan sistem pernapasan dan fungsi paru-paru. Sulfur dioksida yang menguap dan bercampur dengan air akan membentuk asam sulfat sebagai komponen utama hujan asam. Sebagaimana diketahui, hujan asam juga berdampak buruk terhadap kesehatan.
Senyawa lain yang terkandung dalam asap kendaraan juga seperti benzena, arsenik, dan formaldehyde yang memiliki sifat karsinogenik sehingga meningkatkan risiko kanker. Selain itu, beberapa penelitian menyebutkan asap kendaraan bermotor memiliki kaitan dengan penyakit otak dan saraf seperti stroke dan demensia. (ATN)
Discussion about this post