ASIATODAY.ID, JAKARTA – Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mencatat perdagangan alat kesehatan global meningkat 38,7 persen pada paruh kedua tahun ini.
Angka tersebut diperoleh dari data awal 41 negara anggota.
“Data awal di 41 negara menunjukkan bahwa perdagangan alat kesehatan meningkat 38,7 persen pada semester pertama tahun ini,” tulis WTO dalam laporan tentang upaya memperluas akses barang kesehatan, dikutip Kamis (17/9/2020).
Kendati demikian, sejumlah barang kesehatan tertentu tetap berada pada pasokan periodik dan masih menjadi tantangan bagi beberapa negara berkembang untuk dipenuhi.
Peningkatan tersebut tak dapat dilepaskan dari pemangkasan dan penangguhan tarif, pajak, dan bea yang diterapkan 40 negara anggota WTO, termasuk 12 negara G20.
Menurut WTO, upaya ini telah membantu mengurangi biaya dari alat-alat penting yang dibutuhkan untuk melawan pandemi, baik untuk sektor kesehatan maupun masyarakat umum.
Pada 2019, barang-barang dan alat kesehatan rata-rata diberi tarif 3,2 persen untuk obat-obatan dan 8,25 persen untuk alat pelindung diri (APD). Negara G20 menerapkan pemotongan sementara pada bea masuk sebesar 16,6 persen untuk alat pelindung diri dan pembebasan bea untuk obat-obatan.
WTO mencatat 28 anggota non-G20 juga melakukan upaya serupa. Diantara seluruh anggota WTO, tarif yang dikenakan rata-rata diangka 2,1 persen untuk obat-obatan dan 11,5 persen untuk alat pelindung diri.
Dalam beberapa kasus, pengurangan tarif juga diikuti pemangkasan pajak pertambahan nilai seperti di Kanada, Argentina, Uni Eropa, Indonesia, Rusia, dan Inggris.
Selain itu, pengaturan bea dan izin perbatasan untuk alat kesehatan juga telah diperlonggar. Upaya yang dilakukan termasuk membentuk prioritas izin, menyederhanakan persyarakat dokumen dan digitalisasi proses, serta meningkatkan kerja sama antar perbatasan.
Langkah lainnya yakni pertukaran hak kekayaan intelektual untuk memfasilitasi inovasi dan akses pada teknologi terkait Covid-19. Hal itu termasuk, pengembangan perawatan kesehatan dan penggunaan secara lebih luas teknologi yang sudah ada, akses bebas pada hak paten yang relevan, serta fasilitasi pertukaran data klinis.
“Hingga Juli 2020, WTO mencatat 47 langkah terkait Covid-19 yang melibatkan hak kekayaan intelektual oleh 24 negara anggota,” tulis WTO.
Sebelumnya, Maret lalu Direktur Jenderal WTO Roberto Azevedo menyerukan kerja sama internasional dalam menghadapi tantangan ini.
“Tidak ada negara yang mampu menangani sendiri, sekuat apa pun negara itu. Perdagangan memungkinkan terjadinya efisiensi produksi dan penyediaan barang dan jasa kesehatan, peralatan medis, makanan dan energi,” imbuhnya. (ATN)
Discussion about this post