ASIATODAY.ID, JAKARTA – Inggris memimpin lahirnya manifesto Menteri Iklim dan Lingkungan G-7 pada Jumat (21/5/2021) yang menempatkan aksi iklim, keanekaragaman hayati (Biodiversity) dan lingkungan di jantung pemulihan Covid-19 di seluruh dunia.
“Untuk pertama kalinya G-7 berkomitmen untuk menghentikan dan mengembalikan hilangnya keanekaragaman hayati pada tahun 2030,” jelas Menteri Inggris untuk Urusan Lingkungan, Pangan dan Pedesaan George Eustice dalam siaran pers yang diterima Selasa (25/5/2021).
Eustice mengungkapkan, manifesto ini merupakan langkah maju yang besar sebelum Inggris menjadi tuan rumah G-7 di Cornwall bulan depan. Ini merupakan tanda dedikasi G-7 untuk mempercepat dalam mengatasi tantangan ganda perubahan iklim, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
“Kami telah melihat kemajuan luar biasa minggu ini, dan sangat gembira melihat negara-negara bekerja sama untuk meningkatkan ambisi kami dengan memainkan peran masing-masing,” ujar Eustice.
Eustice bersama Presiden Terpilih COP26 Alok Sharma mengumpulkan para menteri menjelang KTT para pemimpin G-7 pada bulan Juni, termasuk negara tamu India, Australia, Afrika Selatan dan Korea Selatan.
Semua anggota G-7 menandatangani inisiatif global “30×30” untuk melestarikan atau melindungi setidaknya 30 persen daratan dunia, dan setidaknya 30 persen lautan dunia pada tahun 2030, serta berkomitmen untuk ’30×30′ secara nasional.
Tahun ini sudah menjadi “G-7 nol bersih” yang pertama, dengan semua negara berkomitmen untuk mencapai emisi nol karbon paling lambat pada tahun 2050, dengan target pengurangan emisi yang signifikan pada tahun 2020-an.
Inggris juga mendukung transisi ke energi hijau di luar G-7. Kelompok tersebut juga setuju untuk menghentikan pendanaan pemerintah untuk proyek bahan bakar fosil secara global, menyusul komitmen utama yang dibuat Inggris pada bulan Desember.
Sebagai langkah pertama, negara-negara G-7 akan mengakhiri semua pembiayaan baru untuk tenaga batubara pada akhir tahun 2021, diimbangi dengan peningkatan dukungan untuk alternatif energi bersih seperti matahari dan angin.
“Disepakati juga untuk mempercepat transisi dari kapasitas batu bara yang masih kuat ke sistem tenaga dekarbonisasi yang sangat besar pada tahun 2030-an,” ujarnya.
Ditambahkan, G-7 telah sepakat untuk meningkatkan jumlah pendanaan untuk aksi iklim, termasuk untuk alam guna memenuhi target USD100 miliar per tahun untuk mendukung negara-negara berkembang.
Selain itu, G-7 telah berkomitmen untuk memperjuangkan berbagai target keanekaragaman hayati global yang ambisius dan efektif, termasuk kesepakatan kerangka keanekaragaman hayati global yang ambisius dan efektif pada CBD (Konvensi Keanekaragamanhayati) COP15 akhir tahun ini.
G-7 berkomitmen untuk meningkatkan dukungan bagi rantai pasokan berkelanjutan yang memisahkan produksi pertanian dari deforestasi dan degradasi hutan, termasuk produksi yang berasal dari konversi lahan ilegal.
Sementara itu, Presiden Terpilih COP26 Alok Sharma mengatakan bahwa ini adalah net zero pertama G7.
“Di bawah kepresidenan kerajaan Inggris Raya, G7 menunjukkan kepemimpinan yang hebat dalam menangani perubahan iklim dan memastikan mereka yang paling terkena dampaknya terlindungi dengan lebih baik. Saat kita pulih dari pandemi, kita fokus kembali pada pembangunan yang lebih hijau, menciptakan lapangan kerja dan kemakmuran, tanpa merusak planet ini,” papar Sharma.
“Kami sadar bahwa kita harus meninggalkan penggunaaan batubara dan G7 telah mengambil langkah besar menuju sistem tenaga dekarbonisasi. Tindakan yang kami ambil di luar Inggris, sama seperti yang kami lakukan di dalam negeri, yaitu sepakat menghentikan pendanaan bahan bakar fosil internasional, dimulai dengan batu bara, tonggak penting lain di tahun yang juga penting untuk aksi iklim,” tukas Sharma.
Sharma berharap dapat melanjutkan pekerjaan ini seiring dengan kemajuan yang dicapai menjelang COP26 di Glasgow akhir tahun ini, dan mempertahankan target 1,5 derajat dalam jangkauan. (ATN)
Discussion about this post