ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mulai merumuskan neraca sumber daya laut untuk mendukung investasi berkelanjutan di Indonesia. Neraca tersebut dirumuskan bersama Badan Informasi Geospasial, Kementerian Keuangan dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Sebagai referensi, neraca sumber daya alam (termasuk laut) merupakan salah satu agenda/mandat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024 dan kesepakatan global melalui Convention on Biological Diversity (CBD), Sustainable Development Goals (SDGs), dan High Level Panel for a Sustainable Ocean Economy (HLP SOE).
Neraca tersebut sudah diinisiasi sejak tahun 2020 dengan lokasi proyek percontohan (pilot project) di Taman Wisata Perairan (TWP) Gili Matra. Inisiasi tersebut saat ini juga didukung oleh Global Ocean Account Partnership (GOAP).
Menurut Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Pamuji Lestari, neraca sumber daya laut merupakan instrumen untuk mengukur kondisi sumber daya laut di Indonesia secara berkala, termasuk dimaksudkan untuk mengukur dampak investasi terhadap aset laut Indonesia.
“Kebutuhan penyusunan neraca sumber daya laut menjadi semakin mendesak dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja untuk menstimulasi geliat investasi,” terangnya, di forum Lokakarya Nasional Penyusunan Neraca Sumber Daya Laut yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) secara daring pada Kamis (23/9/2021).
Menurut Tari dalam implementasinya pada konteks pengelolaan ruang laut, penyusunan neraca sumber daya laut diperlukan sebagai sebuah instrumen untuk memastikan bahwa dampak investasi dapat diukur, dimonitor dan menjadi suatu rekomendasi bagi pengambilan kebijakan untuk memastikan keberlangsungan laut dan seluruh ekosistem di dalamnya.
“Neraca sumber daya laut menjadi salah satu alat ukur yang tepat, karena dapat menghitung nilai ekonomi versus potensi kerugian secara ekologis, atau disebut sebagai nilai ekonomi investasi,” jelas Tari.
Sementara itu, Executive Secretary United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UN ESCAP), Armida Alisyahbana menjelaskan bahwa UN ESCAP sangat mendukung langkah KKP menyusun neraca sumber daya laut di Indonesia dan siap memberikan dukungan teknis dan pengembangan kapasitas.
Senada dengan Armida, Kepala BPS Margo Yuwono menyampaikan BPS diberikan tugas untuk menyusun sistem neraca lingkungan sehingga dibutuhkan kolaborasi yang kuat antara penyedia data dengan pengguna neraca. Margo juga berharap neraca sumber daya laut yang disusun dapat bermanfaat untuk kepentingan Indonesia.
“Kita sudah punya pengalaman bagaimana mengaitkan antara ekonomi dengan lingkungan ke dalam satu sistem neraca. Tahun 2021, kita mulai merancang untuk neraca sumber daya lautnya. Tentunya ini bisa menjadi acuan Pemerintah dalam konteks membangun ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan daya dukung,” jelasnya.
Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenkomarves, Basilio Dias Araujo menegaskan bahwa penyusunan neraca sumber daya laut relevan dengan agenda pembangunan ekonomi maritim yang sedang digagas oleh Kemenkomarves yang salah satu instrumen penilaian kinerjanya menggunakan indeks pembangunan ekonomi biru (blue economy development index).
Pada kesempatan yang sama, Direktur Kelautan dan Perikanan Kementerian PPN/BAPPENAS Sri Yanti pun menyampaikan bahwa penyusunan neraca sumber daya laut merupakan bagian dari prioritas dan program RPJMN 2020-2024 untuk mendukung pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Akhmad Fauzi menjelaskan Indonesia termasuk negara dengan tingkat ketergantungan pada perikanan yang cukup tinggi dibanding dengan negara lain. Karena itu, Indonesia memerlukan perencanaan yang matang melalui ocean accounting (fisheries accounting).
Menurutnya, urgensi neraca sumber daya alam, diantaranya adalah untuk memetakan data sebaran dan besaran sumber daya alam (SDA); alat ukur potensi, daya dukung, daya tampung, dan potensi ancaman; instrumen pengendalian laju ekstraksi; tolok ukur implementasi tata ruang; dan instrumen evaluasi pemanfaatan SDA.
“Neraca berperan untuk memastikan trade off yang seimbang antara “man made value” dan “natural value”, memastikan arahan investasi biru bagi pengembangan kawasan, dan memberikan ruang integrasi pengembangan kawasan secara berkelanjutan,” urai Fauzi.
Sementara itu, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL) KKP, Andi Rusandi memastikan bahwa hasil lokakarya nasional ini akan menjadi acuan bagi pelaksanaan penyusunan neraca sumber daya laut di Indonesia dan kepentingan mengelola ruang laut yang sehat dan berkelanjutan khususnya di kawasan konservasi.
“Neraca sumber daya laut dibutuhkan dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan sebagai informasi dasar dalam pemantauan dan evaluasi kawasan konservasi. Selain itu, juga untuk analisis biaya-manfaat kegiatan konservasi dan menilai dampak dari pemanfaatan kawasan,” jelas Andi.
Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan perlunya mendorong dan memprioritaskan keberlanjutan ekologi laut seiring dengan pemanfaatan laut secara optimal baik dari aspek ekonomi maupun sosial budaya. Dengan demikian, tidak hanya generasi saat ini yang dapat merasakan manfaat sumber daya kelautan dan perikanan, tetapi juga generasi yang akan datang. (ATN)
Discussion about this post