ASIATODAY.ID, JAKARTA – Praktek kotor penyelundupan 5 juta ton nikel ore Indonesia ke China menimbulkan pertanyaan besar, siapa dalang dari kejahatan ini?
Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dugaan ekspor ilegal itu sudah dilakukan selama dua tahun lamanya.
“Ini terjadi dari Januari 2020 sampai dengan Juni 2022,” ujar Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK, Dian Patria saat dikonfirmasi wartawan, Jumat 23 Juni 2023.
Aktivitas ekspor nikel ilegal itu terdeteksi dari situs resmi otoritas penanganan bea dan cukai China. Hal itu, terlihat dari kode sandi Indonesia yang tercatat di situs resmi bea cukai China.
“(Terlihat dari) partner atau negara asal 112 (Indonesia),” kata Dian.
Dian menjelaskan bijih nikel yang diekspor secara ilegal ke China itu diduga bersumber dari tambang nikel di Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara.
Seperti diketahui, dua wilayah itu merupakan penghasil tambang terbesar di Indonesia saat ini.
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan langsung buka suara.
Luhut mengaku belum mengetahui informasi tersebut. Meski begitu, dia menegaskan akan mencari eksportir nakal tersebut jika KPK sudah mendapatkan data.
“Bagus kalau ketemu (dugaan ekspor ilegal bijih nikel ke China), nanti kita cari siapa yang ekspor,” katanya ditemui di Kantor Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Jumat (23/6).
Pelaku Sudah Teridentifikasi
Bea Cukai telah mengidentifikasi plaju ekspor nikel illegal ini setelah melakukan analisis mendalam dari data The General Administration of Customs of China (GACC) atau Administrasi Umum Kepabeanan China.
Hal itu merujuk dari penelusuran KPK pada situs web Bea Cukai China. Akibat praktik ekspor ilegal 5,3 juta ton bijih nikel ke China, Indonesia berpotensi dirugikan sebesar Rp575 miliar.
Dimana, terdapat perbedaan ekspor bijih nikel berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan laman Bea Cukai China.
Selisih nilai ekspor bijih nikel ke China sebesar Rp14.513.538.686.979 (Rp14,5 triliun) sepanjang 2020 hingga Juni 2022. KPK menduga selama 2,5 tahun itu, selisih royalti dan bea keluar sebesar Rp575.068.799.722 atau Rp575 miliar.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, mengungkapkan juga pernah menemukan sekaligus mencegah praktik ekspor ilegal dengan volume 71.000 ton pada September 2021.
Menurut Nirwala, pengapalan bijih nikel yang mencapai 5,3 juta ton itu sangat besar.
Dia menduga pengiriman bijih nikel itu dilakukan secara bertahap ke China.
“Kalau dikirimnya tidak berangsur-angsur tidak mungkin, mother vessel pun tidak mampu,” ujar Nirwala dalam Mining Zone CNBC pada Senin (26/6).
Kementerian Keuangan termasuk Direktorat Jenderal Bea Cukai telah menindaklanjuti informasi KPK terkait temuan ekspor ilegal 5,3 juta ton bijih nikel ke China, termasuk melakukan analisi mendalam terhadap data GACC yang menjadi sumber rujukan KPK.
Nirwala menyebut Bea Cukai bisa melacak pelaku ekspor ilegal berdasarkan hasil analisis data dari GCAC.
“Bea Cuka segera menyerahkan dokumen temuan itu ke KPK untuk ditindaklanjuti,” imbuhnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertambangan Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, mengungkapkan telah mengetahui praktik ekspor bijih nikel secara ilegal ke China. Bahkan, praktik ilegal itu telah dirapatkan bersama Kementerian ESDM pad 2022 lalu.
Menurut Meidy, modus operandi kejahatan ini menggunakan kode HS 2604 yang mengacu pada komoditas nikel olahan atau nickel pig iron (NPI). Ini berdasarkan temuan ekspor bijih nikel ilegal yang didapatinya pada 2021-2022
Kode HS 2604 merupakan kode penjualan untuk perusahaan atau pabrik pengolahan, bukan produk pertambangan.
Dalam catatan APNI, ada pengiriman ekspor bijih nikel ilegal sebanyak 839.161 ton pada 2021 dan 1,08 juta ton pada 2022 dengan nilai sekira US$54,64 juta.
Praktik dalam dua tahun tersebut sama-sama menggunakan modus operasi pemakaian kode HS 2064 yang mengacu pada produk olahan bijih nikel.
Berdasarkan data KPK, aktivitas ekspor ilegal bijih nikel ke China terjadi sepanjang Januari 2020 sampai Juni 2022.
Pada 2022, China mengimpor 1.085.675.336 kilogram bijih nikel dari Indonesia.
Pada 2021, China mengimpor 839.161.249 kilogram bijih nikel dari Indonesia. Nilainya mencapai US$48.147.631.
Kemudian, pada 2020, tercatat impor 3.393.251.356 kilogram bijih nikel dari Indonesia dengan nilai US$193.390.186.
Lalu, KPK menemukan selisih nilai ekspor sebesar Rp8.640.774.767.712,11 (Rp8,6 triliun) pada 2020.
Pada 2021 ditemukan selisih nilai ekspor sebesar Rp 2.720.539.323.778,94 ( Rp2,7 triliun).
Sepanjang Januari-Juni 2022 terdapat selisih ekspor Rp3.152.224.595.488,55 (Rp3,1 triliun). Dengan demikian, total selisih nilai ekspor mencapai Rp14.513.538.686.979,60 atau Rp14,5 triliun lebih.
KPK menduga selama 2,5 tahun, terdapat selisih royalti dan bea keluar sebesar Rp575.068.799.722,52 atau Rp575 miliar. (ATN)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post