ASIATODAY.ID, JAKARTA – Asian Development Bank (ADB) fokus pada 6 sektor dalam pemulihan ekonomi di Asia Tenggara.
Keenam sektor tersebut yakni pariwisata, pertanian, elektronik, perdagangan digital, dan garmen.
Menueut ekonom senior ADB, James Villafuerte, sektor-sektor ini berkontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), tenaga kerja, dan paling berdaya saing bagi kawasan ini.
Dalam laporan ADB bertajuk “Dukungan Pemulihan Ekonomi Pasca-Covid-19 di Asia Tenggara” yang dirilis pada Mei, pandemi telah membuat sejumlah negara di ASEAN mencatatkan penurunan kedatangan turis mancanegara sekitar 80 persen sejam 2020.
Untuk itu, respons manajemen krisis yang lebih kuat yang membangun ketahanan industri sangat dibutuhkan, seperti memperkuat kampanye dan tenaga kerja dengan keahlian lebih baik.
“Pemerintah juga harus fokus mewujudkan pariwisata yang memenuhi standar protokol kesehatan dan menawarkan destinasi yang lebih beragam sehingga pariwisata lebih berkelanjutan,” kata Villafuerte di forum webinar gabungan ADB – AMRO pada Jumat (13/5/2022).
Sebelum pandemi, kawasan ini sebenarnya sudah mengalami berbagai masalah seperti ketidakseimbangan infrastruktur, besarnya porsi tenaga kerja informal, dan rendahnya belanja yang dikeluarkan setiap wisatawan.
Pada sektor pertanian, ADB mengharapkan adanya transparansi dalam rantai pasok dan harmonisasi standar produk seiring dengan ketidakseimbangan pasokan bahan baku yang disebabkan perubahan cuaca dan fluktuasi harga.
Pemerintah juga perlu meninjau kebijakan yang membatasi pertumbuhan seperti tarif bahan baku garmen yang tinggi dan prosedur izin ekspor yang rumit sehingga membengkakkan biaya produksi.
ADB menggarisbawahi pentingnya kawasan ekonomi khusus (KEK) dengan mengelompokkan jenis perusahaan untuk memaksimalkan jaringan antar industri pada industri elektronik.
“Sangat penting bagi pemerintah dapat memberikan insentif yang lebih besar untuk penelitian dan pengembangan serta juga berinvestasi pada fasilitas pelatihan untuk mengembangkan keterampilan dan sumber daya,” papar Villafuerte.
Negara-negara di Asia Tenggara dapat mengembangkan peta jalan teknologi informasi dan outsourcing proses bisnis (IT-BPO), meningkatkan konektivitas, mendukung pengembangan keterampilan, dan digitalisasi UMKM.
Sementara itu, Direktur AMRO, lembaga pengawasan makroekonomi di kawasan ASEAN+3, Toshinori Doi menyoroti berbagai tantangan di kawasan ini, termasuk peperangan di Ukraina yang telah mengerek harga energi, produk pertanian, dan komoditas.
Selain itu, sikap agresif Federal Reserve mendorong volatilitas pasar keuangan global dan juga mengakibatkan keluarnya aliran dana dari kawasan ini.
“Hambatan eksternal ini diperkirakan akan berdampak pada konsumsi, nilai tukar karena mengubah saldo akun di wilayah tersebut,” ujar Doi.
Menurutnya, pemerintah perlu menghindari misalokasi sumber daya dan memastikan dukungan untuk sektor baru yang sedang berkembang. (ATN)
Discussion about this post