ASIATODAY.ID, JAKARTA – Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Anthony Blinken menyerukan agar China menghentikan kejahatan kemanusiaan dan genosida di Xinjiang.
Seruan itu disampaikan oleh Menlu Blinken saat bertemu dengan tujuh penyintas kamp interniran Uighur, para pembela dan pegiat has asasi, serta keluarga dari individu-individu yang ditahan di Xinjiang, baru-baru ini.
Dalam pertemuan tersebut, Menlu Blinken menyampaikan komitmen Amerika Serikat bekerjasama dengan para sekutu dan mitra untuk menyerukan pengakhiran kejahatan kemanusiaan dan genosida yang berkelanjutan terhadap Uighur dan anggota kelompok etnis serta agama minoritas lainnya di Xinjiang yang dilakukan oleh Republik Rakyat China (RRC).
“Hal ini juga untuk mencegah kembalinya para individu tersebut ke RRC dan mendorong akuntabilitas untuk aksi-aksi pemerintah China dan keadilan bagi para korban beserta keluarga mereka,” demikian pernyataan Blinken dikutip dari Juru Bicara Ned Price, Rabu (14/7/2021).
“Amerika Serikat akan terus menempatkan Hak Asasi Manusia di baris terdepan kebijakan kami terkait China dan akan selalu mendukung suara para aktivis, penyintas, dan anggota keluarga korban yang dengan berani bersuara menentang kekejaman ini,” lanjut pernyataan itu.
Sebelumnya, lebih dari 40 negara pada Selasa (22/6/2021) mendesak China untuk membuka akses dan mengizinkan kepala Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB Masuk ke wilayah Xinjiang untuk melihat laporan bahwa lebih dari satu juta orang telah ditahan secara tidak sah di sana, mengalami penyiksaan atau kerja paksa.
Pernyataan sikap bersama terhadap China itu dibacakan oleh Duta Besar Kanada Leslie Norton atas nama negara-negara termasuk Australia, Inggris, Prancis, Jerman, Jepang dan Amerika Serikat (AS) kepada Dewan HAM PBB .
Selama ini, Beijing membantah semua tuduhan pelecehan terhadap Muslim Uighur dan menggambarkan kamp-kamp itu sebagai fasilitas pelatihan kejuruan untuk memerangi ekstremisme agama.
“Laporan yang dapat dipercaya menunjukkan bahwa lebih dari satu juta orang telah ditahan secara sewenang-wenang di Xinjiang dan bahwa ada pengawasan luas yang secara tidak proporsional menargetkan orang-orang Uigur dan anggota minoritas lainnya serta pembatasan kebebasan mendasar dan budaya Uigur,” demikian pernyataan sikap bersama tersebut.
“Kami mendesak China untuk membuka dan mengizinkan akses segera, bermakna, dan tak terbatas ke Xinjiang bagi pengamat independen, termasuk komisaris tinggi,” tambahnya, merujuk pada Michelle Bachelet, sebagaimana dilaporkan South China Morning Post (SCMP).
Pernyataan yang dipimpin Kanada itu mengutip laporan penyiksaan, sterilisasi paksa, kekerasan seksual dan pemisahan paksa anak-anak dari orang tua mereka oleh pihak berwenang.
Pernyataan ini juga mengecam undang-undang yang diberlakukan setahun lalu di Hong Kong terhadap apa yang dianggap China sebagai pemisahan diri dan terorisme. Pengadilan pertama akan dimulai minggu ini terhadap orang-orang yang ditangkap berdasarkan undang-undang tersebut.
“Kami sangat prihatin dengan memburuknya kebebasan mendasar di Hong Kong di bawah undang-undang keamanan nasional dan tentang situasi hak asasi manusia di Tibet,” katanya.
Pernyataan itu langsung mendapat balasan dari juru bicara misi diplomatik China di Jenewa, Liu Yuyin yang mengatakan kunjungan tersebut harus menjadi kunjungan persahabatan yang bertujuan untuk mempromosikan kerja sama daripada membuat apa yang disebut penyelidikan di bawah praduga bersalah. (ATN)
Discussion about this post