ASIATODAY.ID, JAKARTA – Asia Tenggara secara perlahan mulai bangkit dari krisis Covid-19.
Sejumlah negara telah mencatatkan penurunan kontraksi produk domestik brutto (PDB) pada kuartal III 2020 dibandingkan pada kuartal sebelumnya. Namun ada pula yang sudah berhasil mencatatkan pertumbuhan di periode itu.
Laporan terbaru Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) di sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia terbaik kedua di Asia setelah China.
“Indonesia itu urutan dua paling baik ekonominya. Pertama China yang tidak mengalami kontraksi kemungkinan tahun ini tumbuh 1,9 persen,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani merujuk laporan IMF, dikutip melalui video virtual, Rabu (25/11/2020).
Menurut Sri, perekonomian global mengalami turbulensi tahun ini termasuk anggota G20. Namun demikian dibandingkan negara G20 lainnya, Indonesia masih menduduki peringkat atas secara ekonomi.
“Kondisi G20 dengan ekonomi terbesar dunia mengalami kontraksi. Indonesia itu nomor 2 paling baik dari sisi kontraksinya. Untuk Indonesia kontraksi 1,5 persen sedangkan negara G20 lainnya kontraksi sangat dalam,” urainya.
Menurut Sri, perekonomian Indonesia akan mulai rebound di 2021. Berbagai kebijakan fiskal dan moneter membantu ekonomi dan action plan memulihkan ekonomi di negara-negara G20 di samping melaukan kebijakan struktural dalam upaya memperkuat ekonomi.
“Seperti Indonesia yang sudah mengesahkan Omnibus Law baik di bidang perpajakan maupun reformasi APBN dari sisi pajak, belanja, bidang sektoral seperti bidang pendidikan dan kesehatan,” imbuhnya.
Sementara itu, PDB Vietnam mengalami pertumbuhan pada kuartal III 2020 sebesar 2,62 persen, meningkat dari kuartal sebelumnya yang hanya tumbuh 0,4 persen. Negara ini memang satu-satunya negara di Asia Tenggara yang tetap berhasil tumbuh di saat negara-negara lain masuk ke jurang resesi.
Peningkatan pertumbuhan PDB Vietnam ini ditopang oleh pergerakan positif sektor manufaktur. Ekspor Vietnam melonjak 11 persen pada kuartal III 2020, sebagian besar ditopang peningkatan 20 persen ekspor komputer pribadi untuk memenuhi permintaan yang meningkat karena pelajar di seluruh di dunia saat ini belajar lewat kelas online dan sebagai besar tenaga kerja global bekerja dari rumah. Pada September 2020 saja, ekspor Vietnam meningkat 18 persen yoy.
Pertumbuhan PDB tersebut akan mempercepat pemulihan ekonomi Vietnam yang melambat pada paruh pertama akibat pandemi Covid-19.
“Bersama dengan China, Vietnam adalah satu-satunya ekonomi utama Asia yang diharapkan mencatat pertumbuhan positif pada tahun 2020,” kata Priyanka Kishore, Kepala Oxford Economics untuk India dan Asia Tenggara dilansir dari Fortune, Senin (30/11/2020).
Peningkatan PDB Vietnam pada kuartal III 2020 memang membaik tetapi persentasenya masih jauh lebih rendah dari kuartal III tahun lalu yang tumbuh 7,13 persen.
Kehilangan turis asing yang terus-menerus dan tidak terbatas karena pembatasan perjalanan akibat virus corona telah merusak pemulihan ekonomi Vietnam.
Sebelum pandemi, pariwisata negeri itu menyumbang sekitar 8 persen dari PDB Vietnam, menurut Bank Dunia.
Hilangnya pariwisata asing lebih buruk terjadi di negara-negara seperti Thailand, di mana pariwisata menyumbang 14 persen dari PDB. Terlebih lagi, Thailand tidak memiliki status seperti Vietnam sebagai pusat manufaktur yang terkadang disebut-sebut sebagai alternatif rantai pasokan ke China.
Thailand telah masuk ke jurang resesi sejak kuartal II 2020 dimana ekonominya tercatat minus 12,1 persen, terendah sejak krisis ekonomi 1998. Namun, kontraksi tersebut telah melandai pada kuartal III 2020. Di periode itu PDB Thailand hanya turun 6,4 persen.
Melandainya penurunan ekonomi Thailand ini karena ekspor dan pariwisata domestiknya sudah mulai meningkat dari kemerosotan yang diakibatkan pandemi. Bahkan, pada basis triwulan ke triwulan yang disesuaikan secara musiman, ekonomi tumbuh sebesar 6,5 persen untuk tiga bulan yang berakhir pada September 2020, setelah tiga triwulan berturut-turut menyusut hingga Juni.
Thailand memberlakukan lockdown bisnis dan menutup perbatasannya untuk orang asing dalam upaya menahan penyebaran Covid-19. Sementara perbatasannya tetap ditutup untuk sebagian besar wisatawan, penguncian bisnis telah dicabut pada awal kuartal ketiga. Upaya pemerintah untuk mempromosikan perjalanan domestik oleh orang Thailand juga membantu konsumsi.
Pengeluaran konsumsi swasta turun 0,6 persen pada tahun ini untuk kuartal ketiga, melandai dari kuarta II 2020 yang turun 6,8 persen. Aktivitas akomodasi dan layanan makanan hanya turun 39,6 persen, menyusut dari kuartal sebelumnya yang turun 50,2 persen.
Ekspor negara ini hanya terkontraksi 7,7 persen pada kuartal III 2020 seiring aktivitas di ekonomi di dunia mulai menunjukkan tanda-tanda normal. Pada kuartal II 2020, ekspor Thailand terkontraksi sangat besra yakni 15,9 persen.
Badan perencanaan ekonomi meningkatkan perkiraan ekonomi Thailand tahun 2020 menjadi minus 6,0 persen dari prediksi sebelumnya terkontraksi 7,3 persen dan 7,8 persen. Sementara tahun 2021 ekonomi diperkirakan tumbuh 3,5 persen-4,5 persen.
“Kami dapat mengatakan bahwa titik terendah kami adalah pada kuartal kedua,” kata Danucha Pichayanan, Sekretaris Jenderal Badan Perencanaan Ekonomi dikutip Nikkei.
Kontraksi ekonomi Singapura juga menyusut dari 13,2 persen pada kuartal II 2020 menjadi hanya 5,8 persen pada kuartal III 2020. Hasil triwulan ketiga tersebut bahkan lebih baik dari perkiraan analis sebelumnya yang memproyeksi akan ada penurunan sebesar 7 persen.
Dalam penyesuaian musiman kuartal ke-kuartal, PDB Singapura masih tumbuh sebesar 9,2 persen dalam tiga bulan yang berakhir September 2020, perubahan haluan dari kontraksi 13,2 persen pada kuartal kedua 2020.
Kinerja ekonomi Singapura yang membaik didukung oleh dimulainya kembali aktivitas ekonomi secara bertahap pada kuartal ketiga setelah circuit breaker atau penguncian aktivitas secara parsial yang diterapkan mulai 7 April hingga 1 Juni 2020, serta rebound aktivitas di negara-negara ekonomi utama selama kuartal tersebut.
Pada kuartal II 2020, manufaktur Singapura tumbuh 10 persen tetapi aktivitas konstruksi menyusut sebesar 46,6 persen yoy. Sektor jasa, keuangan dan asuransi tumbuh 3,2 persen yoy, sedangkan transportasi dan penyimpanan masih mengalami kontraksi sebesar 29,6 persen yoy.
Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura memperkirakan, ekonomi Singapura tahun ini akan terkontraksi sekitar 6 persen-6,5 persen. Itu menyusut dari proyeksi sebelumnya yang minus 5 persen-minus7 persen. Sedangkan tahun 2021 diperkirakan akan bangkit kembali dengan pertumbuhan sekitar 4 persen-6 persen.
“Pemulihan ekonomi Singapura di tahun depan diperkirakan akan bertahap dan akan sangat bergantung pada bagaimana kinerja ekonomi global dan apakah Singapura dapat terus mengendalikan situasi COVID-19 domestik,” tandas kementerian itu. (ATN)
Discussion about this post