ASIATODAY.ID, JAKARTA – Perusahaan Listrik Negara, PT PLN (Persero) dihadapkan problem serius ditengah pandemi coronavirus (Covid-19).
Pasalnya, utang jatuh tempo yang harus dibayarkan BUMN itu di 2020 sebesar Rp35 triliun. Utang tersebut terdiri dari utang denominasi rupiah maupun valuta asing.
Namun kemampuan keuangan PLN untuk membayarkan berbanding terbalik. Pasalnya di tengah pandemi covid-19, PLN juga sedang menanggung beban finansial yang berat karena turunnya permintaan listrik yang berdampak pada penurunan pendapatan.
Perusahaan pelat merah ini pun mengajukan keringanan pada perbankan untuk melakukan re-profiling berupa penundaan pembayaran pokok utang yang jatuh tempo di tahun ini ke tahun-tahun berikutnya.
“Utang jatuh tempo Rp35 triliun. Ini merupakan tanggung jawab kami untuk dipenuhi dengan baik. Kami juga sedang melakukan approach pada bank-bank untuk melakukan re-profiling dari pada pokoknya,” jelas Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini di forum rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (22/4/2020).
Soal utang denominasi valas, Zulkifli mengatakan PLN telah melakukan lindung nilai (hedging) sebesar USD1,7 miliar sehingga ketika ada gejolak nilai tukar tidak akan terpengaruh signifikan terhadap utang valas.
Namun Zulkifli menjelaskan, setiap pelemahan Rp1.000 per USD maka akan menaikkan biaya PLN sebesar Rp9 triliun. Oleh karenanya ia berharap agar rupiah kembali menguat sehingga peningkatan terhadap biaya tersebut bisa dikurangi.
Saat ini perseroan tengah mengalami beban keuangan akibat penurunan penjualan yang berdampak pada pendapatan. PLN berpotensi kehilangan pendapatan bisnisnya sebesar Rp44 triliun. PLN juga tengah mengajukan revisi pendapatan bisnis yang dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2020 ditargetkan sebesar Rp301 triliun menjadi Rp257 triliun.
Dalam RKAP 2020 penjualan listrik ditargetkan sebesar Rp256,7 triliun. Dengan adanya penurunan penjualan listrik, PLN mengajukan revisi RKAP pada pemilik saham dengan target penjualan sebesar menjadi Rp221,5 triliun.
Selain itu PLN juga masih belum mendapatkan penggantian atas Subsidiary Loan Agreement (SLA) atau kompensasi dan subsidi dari pemerintah.
Zulkifli mengatakan jumlah SLA yang harus dibayarkan pemerintah pada PLN sebesar Rp48 triliun.
Kemudian PLN juga saat ini harus menalangi terlebih dahulu kebijakan pembebasan dan diskon tarif listrik bagi pelanggan rumah tangga 450 volt ampere (VA) dan 900 VA subsidi. Gratis dan diskon tarif listrik selama tiga bulan tersebut nilainya sebesar Rp3,4 triliun.
“Untuk 450-900 VA kami akan masukkan dalam subsidi umum yang sudah berlangsung. Mudah-mudahan bisa dibayar di luar (subsidi) 450-900 VA,” jelas Zulkifli.
Adapun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020, subsidi listrik untuk pelanggan rumah tangga 450 VA dan 900 VA dialokasikan sebesar Rp54,8 triliun mengacu pada data terpadu program penanganan fakir miskin (DTPPFM).
Tak Sanggup Beri Insentif
Zulkifli Zaini mengungkapkan, pihaknya tidak mampu apabila pemberian insentif keringanan tarif listrik diperluas untuk pelanggan 900 volt ampere (VA) mampu hingga 1.300 VA yang ikut terdampak covid-19.
Ketidakmampuan tersebut apabila PLN harus memberikan keringanan dengan beban ditanggung dari internal keuangan PLN. Sebab kata Zulkifli, finansial PLN saat ini tidak cukup memadai.
“Apabila diminta untuk melaksanakan dengan kemampuan keuangan PLN sendiri akan sangat sulit, karena kami enggak memiliki kemampuan itu,” kata Zulkifli.
Ia menjabarkan saat ini jumlah pelanggan 900 VA nonsubsidi sebanyak 22,7 juta dengan tagihan penggunaan listrik per bulannya rata-rata sebesar Rp143.590. Sementara jumlah pelanggan 1.300 VA sebesar 11,7 juta dengan tagihan penggunaan listrik rata-rata sebesar Rp221.631 per bulannya.
“Jadi kalau ada rencana memberikan insentif pada 900 VA nonsubsidi dan 1.300 VA harus ada uang Rp16,9 triliun. Pasti sudah barang tentu PLN enggak bisa melaksanakannya,” papar Zulkifli.
Demikian juga apabila jika diminta memberikan keringanan pada pelanggan segmen bisnis dan industri yang turut menjadi korban keganasan covid-19. PLN menyatakan tidak mampu.
Zulkifli mengatakan keuangan PLN terbatas apabila harus memberikan keringanan tarif pada pelanggan jenis tersebut.
“Kalau insentif dalam skala besar, mohon maaf sekali sudah pasti PLN enggak akan mampu melaksanakannya, karena balanced kemampuan keuangan kami tidak memungkinkan,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post