ASIATODAY.ID, JAKARTA – Bank Dunia memberikan empat rekomendasi ke pemerintah Indonesia agar cepat menarik Foreign Direct Invesment (FDI). Hal ini menyusul peralihan modal dan manufaktur dari Tiongkok mengalir deras ke Vietnam akibat kemudahan perizinan dan investasi di negara tersebut.
Rekomendasi pertama, pemerintah harus mereformasi kebijakan yang menghubungkan perusahaan dalam negeri dengan pasar internasional. Misalnya, mencabut inspeksi pra-pengapalan yang terdapat dalam Permen Kementerian Perdagangan.
Kemudian menghapus surat rekomendasi untuk impor bahan baku di sektor industri. Rekomendasi tersebut dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.
Pemerintah juga disarankan menghilangkan tarif impor bahan baku manufaktur yang terdapat dalam PMK tarif impor.
“Lalu mentransformasi standar verifikasi dari SNI menjadi sertifikasi mandiri yang terdapat dalam permen Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian,” tulis laporan Bank Dunia mengenai risiko ekonomi global dan implikasinya ke Indonesia, dikutip, Sabtu (7/9/2019.
Lebih lanjut, Bank Dunia merekomendasikan pemerintah untuk memperluas bidang usaha yang boleh dimiliki asing dalam Daftar Negatif Invetasi (DNI). Saat ini kepemilikan asing dengan porsi investasi sebesar 100 persen baru berlaku di 25 bidang usaha.
Ketiga, Bank Dunia menyarankan Indonesia meningkatkan keahlian tenaga kerja yang terampil. Misalnya, merombak pembatasan izin pekerja asing termasuk penyederhanaan dari Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing dan pengurangan persyaratan kinerja pekerja asing.
Terakhir, menciptakan kepastian bahwa kebijakan pemerintah pusat tidak akan tumpang tindih dengan peraturan di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
“Indonesia harus mengejutkan investor asing dengan reformasi besar-besaran,” tulis Bank Dunia.
Bank Dunia sebelumnya mencatat sebanyak 33 perusahaan asal Tiongkok memutuskan keluar saat tensi perang dagang semakin besar. Sebanyak 23 di antaranya memilih berinvestasi di Vietnam. Sisanya, kabur ke Malaysia, Kamboja, dan Thailand.
Pada 2017, 73 perusahaan Jepang merelokasikan perusahaannya ke kawasan Asia Tenggara. Sebanyak 43 di antaranya memilih Vietnam, 11 perusahaan ke Thailand, dan Filipina. Sementara Indonesia hanya ketiban 10 perusahaan Jepang. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post