ASIATODAY.ID, BEIJING – Federasi Wanita Seluruh China, sebuah organisasi wanita terbesar di China melaporkan bahwa China tengah mengalami keadaan Darurat Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Pasalnya, sekitar satu dari empat wanita di China dikatakan mengalami KDRT. Jika dirata-rata, kasus KDRT di negeri itu terjadi tiap 7,4 detik.
Program Undercover Asia berbicara kepada para korban, ahli, dan mantan pelaku kekerasan tentang masalah mendasar KDRT.
“Selama bertahun-tahun, dia sering mengancam (saya) dan kemudian memanfaatkan ancaman itu. Dalam hal itu, semua keluhan yang terkumpul selama enam tahun – termasuk dia memukuli ibu dan anak saya, akhirnya meledak,” kata Yang Xi, warga Shaanxi dikutip dari CNA, Jumat (7/5/2021).
Pada suatu malam, wanita berusia 41 tahun itu mengambil kapak dan membunuh suaminya. “Saya tidak berharap diri saya punya nyali untuk melakukan hal seperti itu,” katanya.
Yang dijatuhi hukuman 12 tahun penjara karena membunuhnya dan dibebaskan setelah delapan tahun. Di penjara, di mana dia belajar bagaimana menjadi tukang pijat, Yang mengatakan dia bertemu dengan narapidana wanita yang juga pernah dianiaya.
China tetap menjadi masyarakat tradisional yang menghargai keharmonisan dalam rumah tangga, yang timbul dari patriarki Konfusianisme.
“Dan di beberapa daerah, pemukulan terhadap istri merupakan simbol dari kekuatan patriarki. Beberapa pria tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak bermoral dan bahkan mungkin merasa bangga karenanya,” kata Ma Sainan, kepala pengacara yang menangani perkara perkawinan dan keluarga di Firma Hukum Jiali.
Bahkan setelah bercerai atau meninggalkan pelakunya, beberapa korban ternyata tidak dapat membebaskan diri.
“Banyak wanita mengalami lebih dari 30 episode kekerasan sebelum mereka mencari bantuan atau pergi ke polisi,” kata Lin Shuang, seorang sukarelawan anti kekerasan dalam rumah tangga di Shanghai selama delapan tahun.
Pada September, Lamu, seorang vlogger berusia 30 tahun dari provinsi Sichuan disiram dengan bensin dan dibakar oleh mantan suaminya. Saat itu, dia melakukan streaming langsung di rumah. Setelah mengalami 90 persen luka bakar, Lamu akhirnya meninggal dan memicu kemarahan publik.
“Meskipun proporsi korban yang lebih tinggi berada di pedesaan, namun kekerasan dalam rumah tangga lebih banyak terjadi di kota-kota. Pelaku kekerasan mungkin, bagaimanapun, menjadi lebih “rahasia” untuk menjaga front “glamor” kepada tetangga dan kolega,” kata Ma, sang pengacara. (ATN)
Discussion about this post