ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pandemi global coronavirus (Covid-19) berdampak besar terhadap investasi proyek pemurnian (Smelter) di Indonesia.
Investasi smelter yang mencapai USD3,76 miliar atau setara Rp53,4 triliun, kemungkinan akan berubah dari target sebelumnya.
Menurut Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Tata Kelola Minerba, Irwandy Arif, selain kendala pendanaan yang dialami investor, mobilisasi tenaga kerja ahli dari luar negeri juga terhambat.
“Kalau kita menggunakan skenario Covid-19 belum berakhir sampai akhir tahun, rencana investasi sekitar USD3,7 miliar akan bergeser ke tahun 2021,” jelasnya saat dihubungi di Jakarta, Senin (29/6/2020).
Secara keseluruhan, total investasi smelter mencapai 52 smelter baik yang eksisting maupun yang sedang dibangun. Dari jumlah tersebut, 29 diantaranya merupakan smelter nikel, 9 smelter bauksit, 4 smelter besi, 4 smelter tembaga, 2 smelter mangan, dan 4 smelter timbal dan seng.
Menurut dia, jika pemerintah berhasil mengendalikan pandemi covid-19 hingga akhir kuartal II 2020, realisasi investasi smelter paling tidak bisa berjalan 50 persen dari rencana, sekitar USD1,9 miliar.
Pandemi covid-19 juga akan berpengaruh pada proyek smelter yang saat ini sedang dalam tahap pembangunan. Skenarionya, penyelesaian smelter akan molor ke tahun 2022 jika pandemi berakhir di bulan Juni.
Namun jika akhir bulan ini kurva pandemi covid-19 belum turun dan berlanjut hingga akhir tahun, penyelesaian pembangunan smelter akan mundur lebih lama, bisa sampai 2023.
Sementara itu, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengungkapkan, tahun ditargetkan ada tambahan 4 smelter baru yang beroperasi, namun hal itu berubah. Kemungkinan smelter yang masih bisa beroperasi hanya ada 2 smelter.
Empat smelter yang awalnya dijadwalkan beroperasi tahun ini diantaranya, smelter nikel PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara dengan kapasitas produksi tahunan sebesar 64.655 ton Feronikel.
Kemudian smelter timbal PT Kapuas Prima Coal (KPC) di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah dengan kapasitas produksi 22.924 ton timbal bullion, selanjutnya smelter nikel PT Arthabumi Sentra Industri di Morowali, Sulawesi Tengah yang akan menghasilkan 72.965 ton Nikel Pig Iron serta smelter mangan yang dibangun oleh PT Gulf Mangan Grup di Kupang, Nusa Tenggara Timur yang akan memproduksi 40.379 ton ferromangan.
Dari keempat proyek smelter itu, kemungkinan hanya smelter FeNi Antam dan timbal KPC yang dijadwalkan bisa selesai dalam periode kuartal III atau kuartal IV tahun ini.
“Tahun ini, dari 4 smelter yang direncanakan kemungkinan hanya 2 yang jadi yaitu KPC dan Antam. Dua lainnya mundur ke tahun depan,” kata Yunus saat dihubungi, Senin (29/6/2020).
Menurut Yunus, pandemi Covid-19 sangat berpengaruh terhadap kelangsungan pengerjaan proyek smelter.
Dengan situasi ini, target capaian smelter hingga tahun 2022 meleset dari target awal.
Yunus mengatakan, berdasarkan hasil evaluasi atas kewajiban yang harus dilaksanakan para pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), ada 4 smelter yang tidak memenuhi kewajiban dan kelanjutan proyeknya tidak jelas.
Keempat smelter itu terdiri dari 3 smelter nikel dan 1 smelter pasir besi. Dengan demikian, target KESDM dikurangi dari 52 menjadi 48 smelter.
“4 smelter tersebut tidak dapat memenuhi kewajiban. Selain kewajiban progresnya yang tidak terpenuhi, juga kewajiban lainnya seperti laporan RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya),” jelas Yunus.
Kementerian ESDM mencatat, sejauh ini sudah ada 17 smelter yang beroperasi yang meliputi; 11 smelter nikel, 2 smelter bauksit, 1 smelter besi, 2 smelter tembaga dan 1 smelter mangan. Dan masih ada 31 proyek smelter yang saat ini dalam proses pengerjaan.
“Target operasional smelter yang awalnya dijadwalkan paling lambat tahun 2022 akan mundur setahun ke 2023. Ini sudah ada Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 atau UU Minerba yang baru masih memberi ruang untuk hal tersebut, sampai dengan 2023,” pungkas Yunus. (ATN)
Discussion about this post