ASIATODAY.ID, BATAM – Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian mengembangkan pusat perawatan pesawat atau fasilitas maintenance, repair, and overhaul (MRO). Pengembangan ini diharapkan mampu membuat industri penerbangan lebih efisien.
“Kerja sama pengembangan MRO diperlukan untuk efisiensi industri penerbangan. Kita berharap industri ini bisa lebih kompetitif dan tumbuh berkembang. Tentunya dengan tetap mampu menyediakan penerbangan nasional yang terjangkau,” ujar Menko Ekonomi, Darmin Nasution, seperti pada keterangan tertulis Kemenko Perekonomian, Rabu (14/8/2019).
MRO merupakan salah satu komponen untuk memastikan keselamatan penerbangan dan kualitas pelayanan dalam penerbangan. Bentuk dari pengembangan MRO yang dilaksanakan hari ini berupa kesepakatan kerja sama pengembangan MRO antara Batam Aero Technic (BAT) dengan Garuda Maintenance Facility (GMF); pengembangan pabrik vulkanisir ban antara BAT, GMF, dan Michelin; dan pusat Pendidikan dan Pelatihan Aviasi antara BAT, GMF, dan Aircraft Maintenance Training Organization (AMTO).
Bentuk lainnya berupa pembukaan Politeknik “Kirana Angkasa” dan Fasilitas Bengkel Pesawat. Ada lagi peletakan batu pertama pembangunan Hanggar Tahap III oleh BAT dan pembangunan Hanggar Joint Venture BAT-GMF.
Darmin menjelaskan, pembangunan pabrik vulkanisir ban pesawat bertujuan meningkatkan efisiensi biaya operasional. Pembangunan pabrik ditujukan pula untuk mendukung industri dalam negeri dan substitusi impor karena selama ini harus dibawa ke Thailand.
Untuk pelatihan aviasi oleh Politeknik Kirana Angkasa, pihaknya ingin penyediaan sumber daya manusia (SDM) Aviasi yang berkualitas. Hal ini sejalan dengan program pemerintah untuk mendorong SDM, terutama Pendidikan Vokasi.
“Ini semua untuk mendukung investasi bernilai US$466 juta (Rp6,3 Triliun) yang tentu akan mampu mendorong perekonomian di Batam sekaligus mendukung pengembangan industri penerbangan,” terangnya.
Sejauh ini, pemerintah sedang menyiapkan rencana dan program nasional yang dibahas bersama seluruh stakeholder penerbangan. Baginya, industri aviasi harus bisa bersinergi.
“Industri Aviasi harus bersinergi untuk peningkatan efisiensi, terutama dari komponen Pemeliharaan dan Perbaikan (MRO). Ini sangat dibutuhkan untuk mendukung peningkatan keselamatan dan mutu angkutan udara nasional kita,” ungkapnya.
Saat ini, bisnis MRO di Indonesia baru mampu melayani 30—35% pasar nasional. Sisa pasar diserap olehh MRO asing.
Adapun jumlah penumpang pesawat yang berangkat pada tahun 2017 adalah sebanyak 90,7 juta untuk penerbangan dalam negeri dan 16,6 juta untuk penerbangan luar negeri. Sementara itu, jumlah pesawat di Indonesia pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1.030 unit dengan rata-rata pertumbuhan industri penerbangan sebesar 10%.
Diprediksi, jumlah pesawat di Asia Pasifik tahun 2025 akan mencapai 11.680 unit. Ini akan menjadi pasar industri MRO terbesar di dunia yang bernilai US$100 miliar. Untuk itu, Darmin menargetkan ke depannya, potensi bisnis MRO nasional tahun 2020 bisa menyentuh Rp26 triliun.
Sebagai informasi, Batam dipilih sebagai lokasi MRO. Sebab, Batam memiliki beberapa keunggulan dari segi lokasi dan status. Dari segi lokasi, kota ini berdekatan dengan Singapura, lokasi Original Equipment Manufacturer (OEM) yang menempatkan stock spare part pesawat dan sebagai hub penerbangan internasional. Lokasi geografis Batam yang tidak jauh dari negara Asia Tenggara dan Asia Selatan berpotensi besar menjadi target market jasa MRO pesawat.
Kemudian, status Batam sebagai Free Trade Zone (FTZ) atau Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) memberikan berbagai kemudahan bisnis dan insentif fiskal. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post